Kamis, 28 April 2016

ISLAM MENGUTUK LGBT


ISLAM MENGUTUK LGBT
Berikanlah Peringatan Kepada Anak,Cucu dan Kerabat Kita
  
Belakangan ini kita dihebohkan oleh kampanye segelintir orang yang menuntut pemenuhan hak sebagai sosok yang memiliki penyimpangan orientasi seksual. Mereka sibuk berkampanye dan melakukan provokasi, serta mendiskreditkan pihak-pihak yang menolak keberadaaan mereka. Mereka adalah komunitas yang disingkat dengan istilah LGBT, kepanjangan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender.
            Keberadaan mereka di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, dari hari ke hari semakin meresahkan. Tidak sekadar berkampanye, mereka berupaya mempraktekkan aktifitas mereka dengan membuat acara-acara seminar atau kumpul bersama di kampus-kampus dan hotel-hotel, guna menarik minat dan simpati masyarakat. 
            Beberapa media seolah tidak mau ketinggalan, ikut mendukung eksistensi kelompok LGBT di Indonesia. Baru-baru ini, sebuah stasiun televisi nasional, Kompas Tv, ikut meramaikan dan mendukung keberadaan kaum LGBT. Di sebuah acara di televisi tersebut, mereka mendandani seorang yang mengidap penyakit homo layaknya ‘ustad’ lengkap dengan kopiah di atas kepalanya dan surban di leher. Seakan-akan hendak menunjukkan bahwa sekalipun ia adalah seorang pengidap penyakit homo, tapi ia orang yang taat beragama, orang yang religius. Jika pemirsa dan kita tidak jeli menangkap maksud jahat Kompas Tv ini, kita akan memiliki anggapan bahwa perilaku homo itu sesuatu yang normal, bukan suatu penyimpangan.
            Keresahan ini juga sudah terjadi sejak bulan Januari silam. Muncul sebuah akun twitter dengan nama @gaykids. Yakni sebuah akun yang menjadi sarana bagi penyuka sesama jenis (homo) yang masih duduk di bangku SD-SMP, untuk mengekspresikan orienstasi seksual mereka dalam bentuk foto. Tampak dari beberapa foto, seorang bocah tengah menunjukkan alat vitalnya tanpa perasaan risih. Ada pula yang mengunggah foto tengah melakukan hubungan badan sejenis dan juga terdapat ajakan untuk mencari teman yang mau melakukan hubungan sejenis. Tentu saja, banyak orang tua yang ketar-ketir dengan semakin massif dan beraninya mereka dalam menampakkan penyimpangan seksual mereka di depan publik. 
            Keberadaan kaum LGBT semakin kuat dengan dukungan finansial yang sangat besar. Diberitakan bahwa UNDP, USAID dan Kedubes Swedia di Bangkok mengucurkan dana sebesar Rp.107, 8 miliar yang digunakan untuk memajukan kesejahteraan, mengatasi stigma dan diskriminasi LGBT di Indonesia dan tiga Negara Asia lainnya. Proyek ini berlaku sejak 2014 hingga September 2017. (sumber : detik.com)
            Secara jelas dan terang benderang Allah dan RasulNya telah melarang hubungan sesama jenis. Allah telah menyiptakan manusia berpasang-pasangan, pria dan wanita. Hubungan antara dua anak Adam ini pun tidak boleh dilakukan secara serampangan. Harus ada ikatan pernikahan sebagai janji setia untuk membina rumah tangga.. Dari pernikahan inilah lahir generasi sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang akan meneruskan kehidupan di masa selanjutnya, mewarnai kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara dengan amal shalih, prestasi, dan kemuliaan.
            Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi setiap pribadi umat Islam untuk kompak satu suara menolak segala bentuk penyimpangan orientasi seksual. Ada banyak argumentasi yang bisa kita jadikan sebagai pegangan untuk memantapkan sikap penolakan kita terhadap keberadaan kaum LGBT, sekaligus sebagai alasan mengapa perbuatan ini merupakan perbuatan tercela, terkutuk, dan tidak dapat dilegalkan, apalagi sekadar alasan HAM.

          Bagaimanakah Islam memandang LGBT ?
Pertama, LESBIAN. Lesbian adalah hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Dalam kitab fiqih disebut dengan istilah “as-sihaaq”, “as-sahaaq” atau “al-musaahaqah.” Suatu hubungan layaknya suami-istri namun dilakukan dengan sesama wanita. Aktifitas lesbian merupakan perbuatan yang tercela dan haram. Rasulullah SAW bersabda :

السِّحَاقُ زِنَا النِّسَاءِ بَيْنَهُنَّ

“Lesbian itu adalah (bagaikan) zina di antara wanita.” (HR. Thabrani).

Perbuatan ini masuk dalam kategori dosa besar. Artinya, ketika ada diantara wanita melakukan sesama jenis maka ia telah melakukan dosa besar yang amat berat hukumannya, baik di dunia atau di akhirat.

Kedua, GAY. Gay atau homoseksual adalah hubungan yang terjadi di antara sesama laki-laki. Dalam Islam, hubungan ini disebut dengan istilah “liwaath.” Hubungan ini juga tidak dibenarkan sama sekali dalam Islam. Melalui Rasulullah SAW kita bisa mendapatkan gambaran tentang keseriusan Islam dalam melarang hubungan diantara lelaki, lebih-lebih jika dikampanyekan, didukung dan dibela. Disebutkan dalam sebuah hadits, Rasul SAW bersabda:
 أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ وَلَعَنَ مَنْ فَعَلَ فِعْلَهُمْ ثَلَاثًا فَقَالَ لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Hal yang paling aku takutkan akan menimpa kalian adalah perbuatan Kaum Nabi Luth.” Lebih lanjut, Rasul menegaskan sebanyak tiga kali berturut-turut, “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR. Ahmad).
            Nabi juga menegaskan, “Siapa di antara kalian yang melihat perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, bunuhlah keduanya.” Ibnu Abbas mengatakan tentang hukuman bagi pelaku homoseks yaitu dijatuhkan dari tempat yang tinggi disertai dengan lemparan batu kepadanya seperti yang Allah lakukan terhadap kaum Nabi Luth. Allah SWT berfirman:  
 “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (Qs. Huud : 82-83).

Ketiga, BISEKSUAL. Biseksual adalah orientasi seksual seseorang yang berubah-ubah tanpa memedulikan jenis kelamin. Pada satu waktu ia bisa tertarik kepada pelaku yang beda jenis dan di waktu lain ia tertarik kepada hubungan selain jenis. Dengan kata lain, ia bisa menjadi heteroseksual, homoseksual atau transgender. Sehubungan dengan biseksual ini, Nabi SAW memberikan wejangan kepada kita:
 لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَتُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.”
            Melihat aurat sesama jenis saja sudah haram termasuk tidur dalam satu selimut sekalipun. Tentu keharamannya lebih ditekankan ketika ada ketertarikan pada hubungan sejenis. Hadits yang disampaikan oleh Nabi ini sarat hikmah. Aspirasi naluri seksual harus diwadahi dalam wadah yang benar. Karenanya,
menjadi tugas kita bersama khususnya bagi orang tua dan para guru untuk mengenalkan batasan-batasan aurat pria dengan pria, wanita dengan wanita, dan aurat lelaki dengan wanita. 

Keempat, TRANSGENDER. Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis. Penyerupaan itu bisa dalam bentuk gaya bicara, berbusana, maupun dalam perbuatan yang kewanita-wanitaan atau kelaki-lakian, termasuk didalamnya mengganti alat kelamin.
 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Diriwayatkan dari Sayidina Abdullah  bin Abbas RA, ia berkata bahwa Rasul SAW mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari).
 Sampai- sampai rasulullah SAW melarang laki- laki memakai sutera dan emas. Karena sutera dan emas adalah pakaian dan perhiasan bagi wanita
عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا
“Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An Nasai no. 5148 dan Ahmad 4/392. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sedangkan secara khusus mengenai cincin emas terjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama dalam hal ini akan haramnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al Bukhari dan selainnya,
نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. (HR. Bukhari no. 5863 dan Muslim no. 2089). Sudah dimaklumi bahwa asal larangan adalah haram.
 “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa cincin emas halal bagi wanita dan haram bagi pria.”
            Sedemikian rupa Islam mengatur agar tidak terjadi kerancuan dan kekacauan di dalam kehidupan manusia. Islam menjaga martabat kaum laki- laki dan perempuan secara jelas dan tegas
            Demikianlah, rambu-rambu yang disusun agama Islam untuk membentengi keluarga kita dari pengaruh penyimpangan seksual yang semakin hari semakin digaungkan oleh kalangan LGBT sendiri maupun kalangan liberal di Tanah Air. Mereka ingin apa yang terjadi di Prancis, Selandia Baru dan baru-baru ini di Amerika Serikat serta negara-negara yang lain yang melegalkan perkawinan sesama jenis, itu juga bisa dilegalkan di Indonesia.
            Indonesia memang bukan negara agama tapi nilai-nilai religius telah menjadi ruh bagi tegaknya negara yang kita cintai ini. Sila Pertama Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa yang menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual dan moral, harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Seyogyanya, sebagai umat Islam dan sebagai warga NKRI bersatu untuk membendung aktifitas hina ala komunitas LGBT agar tidak menular dan menjadi penyakit sosial yang meruntuhkan sendi-sendi kehidupan umat manusia. Kita ajarkan kepada anak-anak kita batasan-batasan hubungan antara laki-laki dan perempuan, kita ajarkan dan sampaikan batasan-batasan interaksi antara  sesama jenis. Pada dasarnya, LGBT itu penyakit bukan Hak Asasi. Sebagai penyakit, ia harus diobati, dibina, direhabilitasi, bukan justru disebarkan dan didukung untuk lestari. LGBT adalah penyimpangan terhadap ajaran agama dan UUD 1945. Negara harus bertanggungjawab penuh untuk membantu para pelaku penyimpangan seksual ini agar orientasi seksual mereka kembali ke fitrah, ke jati diri yang sesungguhnya.

Jakarta, 03 April 2016
                                                                        PENGAJIAN AHAD PAGI
MT. KAUM IBU MSJD. NURUL IMAN KEMENTAN

GERHANA MATAHARI DAN BULAN


MARI SHALAT GERHANA

Tanggal 09 Maret 2016 akan terjadi gerhana matahari total yang melintasi beberapa daerah di Indonesia. Untuk daerah Jakarta dan sekitarnya juga akan dilintasi gerhana matahari tetapi hanya gerhana sebagian, mulai pukul 06. 19 WIB. Gerhana matahari maupun gerhana bulan adalah salah satu fenomena alam yang kerap terjadi. Akan tetapi dalam pandangan agama, ia merupakan tanda- tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Atas peristiwa tersebut, orang- orang yang beriman disunnahkan untuk melaksanakan shalat gerhana sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW

A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab disebut dengan istilah kusuf (الكسوف) dan khusuf (الخسوف). Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang sama, yaitu shalat gerhana. Namun secara khusus dalam penggunaannya dibedakan, yaitu kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf untuk gerhana bulan
1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari disebabkan sinar matahari ke bulan terhalang oleh bumi, sehingga bulan tidak memantulkan cahayanya ke bumi

B. Pensyariatan Shalat Gerhana
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
2. As-Sunnah
Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Selain itu juga ada hadits lainnya :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata.

C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.

D. Pelaksanaan Shalat Gerhana
1. Berjamaah
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.
2. Tanpa Adzan dan Iqamat
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah hadits berikut :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
3. Sirr dan Jahr
Shalat gerhana boleh dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
4. Mandi
Disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah
5. Khutbah
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum khutbah pada shalat gerhana.
1. Disyariatkan Khutbah
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.

Dalilnya adalah hadits Aisyah ra berikut ini :
أَنَّ النَّبِيَّ  لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).
2. Tidak Disyariatkan Khutbah
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.
6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan apabila datang gerhana untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu sendiri.
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)

E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
Ada pun bagaimana bentuk teknis dari shalat gerhana, para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :
1.      Dua Rakaat
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Bacaan Al-Quran
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :
ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  فَصَلَّى الرَّسُول  وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melakukan shalat bersama-sama dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang surat Al-Baqarah, kemudian beliau SAW ruku' cukup lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan Muslim)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah. Sedangkan berdiri yang kedua pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran. Rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.
3. Memperlama Ruku' dan Sujud
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama sekitar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan sekitar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua, sujud dan rukuk terakhir sekitar 50 ayat.
Hadits nabi SAW menerangkan:
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ  فَصَلَّى الرَّسُول  وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW melakukan shalat gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' sangat panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya.(HR. Bukhari dan Muslim).

URUTAN PELAKSANAAN SHALAT GERHANA
1.       Niat , Takbiratul ihram
2.       Do’a Iftitah
3.       Membaca Fatihah
4.       Membaca Surah/ Ayat
5.       Ruku pertama
6.       (kembali berdiri) Membaca Fatihah
7.       Membaca Surah/ Ayat
8.       Ruku kedua
9.       I’tidal
1*  Sujud pertama
1* Duduk diantara sujud
1*  Sujud kedua
1 * Berdiri
*Membaca Fatih
*Membaca Surah/ Aya
*Ruku pertama
1* (kembali berdiri) Membaca Fatihah
1*   Membaca Surah/ Ayat
1*   Ruku kedua
2*   I’tidal
2*   Sujud pertama
2*   Duduk diantara sujud
2*   Sujud kedua
2*   Tasyahud/ Tahiyat 
* * Salam
 


Jakarta, 06 Maret 2016
MAJELIS TA’LIM KAUM IBU
MASJID NURUL IMAN KEMENTAN