MARI
SHALAT GERHANA
Tanggal 09 Maret 2016 akan terjadi gerhana matahari total yang
melintasi beberapa daerah di Indonesia. Untuk daerah Jakarta dan sekitarnya
juga akan dilintasi gerhana matahari tetapi hanya gerhana sebagian, mulai pukul
06. 19 WIB. Gerhana matahari maupun gerhana bulan adalah salah satu fenomena
alam yang kerap terjadi. Akan tetapi dalam pandangan agama, ia merupakan tanda-
tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Atas peristiwa tersebut, orang- orang
yang beriman disunnahkan untuk melaksanakan shalat gerhana sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW
A. Pengertian
Shalat gerhana dalam bahasa arab disebut dengan
istilah kusuf (الكسوف) dan khusuf (الخسوف). Secara bahasa, kedua istilah itu
sebenarnya punya makna yang sama, yaitu shalat gerhana. Namun secara khusus
dalam penggunaannya dibedakan, yaitu kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf
untuk gerhana bulan
1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah
peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang
hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف) adalah peristiwa dimana cahaya bulan
menghilang baik sebagian atau total pada malam hari disebabkan sinar matahari
ke bulan terhalang oleh bumi, sehingga bulan tidak memantulkan cahayanya ke
bumi
B. Pensyariatan Shalat Gerhana
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah
yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah
menyepakatinya.
1. Al-Quran
Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ
آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا
لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ
إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya
malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada
matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud
kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan
shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
2. As-Sunnah
Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا
حَتَّى يَنْجَلِيَ
Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah
tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan
kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka
lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Selain itu juga ada hadits lainnya :
لَمَّا
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ
جَامِعَةٌ
|
|
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja,
baik dalam keadaan muqim di negerinya atau dalam keadaan safar, baik untuk
laki-laki atau untuk perempuan. Namun meski demikian, kedudukan shalat ini
tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa
tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata.
C. Hukum Shalat Gerhana
Para ulama membedakan antara hukum shalat
gerhana matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana Matahari
Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa
shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah
yang mengatakan hukumnya wajib.
a. Sunnah Muakkadah
Jumhur ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah,
As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan bahwa hukum shalat gerhana matahari
adalah sunnah muakkad.
b. Wajib
Sedangkan Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa
shalat gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana Bulan
Sedangkan dalam hukum shalat gerhana bulan,
pendapat para ulama terpecah menjadi tiga macam, antara yang mengatakan hukunya
hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat
gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum
shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah muakkadah.
D. Pelaksanaan Shalat Gerhana
1. Berjamaah
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan
dengan cara berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW mengerjakannya dengan
berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara berjamaah dilandasi oleh hadits
Aisyah radhiyallahu 'anha.
2. Tanpa Adzan dan Iqamat
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan
azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz
"As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah hadits berikut :
لَمَّا
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ
جَامِعَةٌ
Ketika matahari mengalami gerhana di zaman
Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
3. Sirr dan Jahr
Shalat gerhana boleh dilakukan dengan sirr
(merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
4. Mandi
Disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum
melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan
berjamaah
5. Khutbah
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang hukum khutbah pada shalat gerhana.
1. Disyariatkan Khutbah
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat
gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti
layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
|
|
أَنَّ
النَّبِيَّ لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ
اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ
لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا
وَتَصَدَّقُوا
Dari Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya
ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di
hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian bersabda, "Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya
tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila
kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan
untuk bertaubat dari dosa serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah,
doa dan istighfar (minta ampun).
2. Tidak Disyariatkan Khutbah
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam
shalat ini disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah
yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak
mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan Nabi SAW
setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal
itu.
Dasar pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
فَإِذَا
رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah
shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari
Muslim)
Dalam hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan
untuk disampaikannya khutbah secara khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat
saja tanpa menyebut khutbah.
6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan apabila datang gerhana untuk
memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah, selain shalat gerhana itu
sendiri.
فَإِذَا
رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Apabila kamu menyaksikannya maka berdoalah
kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)
E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
Ada pun bagaimana bentuk teknis dari shalat
gerhana, para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :
1.
Dua Rakaat
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat.
Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah
surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala
terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat
"As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat
kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian
matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku sujud dan
ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari
dan Muslim)
2. Bacaan Al-Quran
Shalat gerhana termasuk jenis shalat sunnah
yang panjang dan lama durasinya. Di dalam hadits shahih disebutkan tentang
betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu :
ابْنُ
عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ
رَسُول اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ
قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ
رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
|
|
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada
berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al-Baqarah.
Sedangkan berdiri yang kedua pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar
sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran. Rakaat kedua pada berdiri yang pertama
dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada
berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat
seperti Al-Maidah.
3. Memperlama Ruku' dan Sujud
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku' dan sujud
dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada 2 ruku' dan sujud rakaat pertama
maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang
sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa
dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang ruku' dan sujud pertama pada rakaat
pertama sekitar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku' dan sujud kedua dari
rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan sekitar 70 ayat untuk
rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua, sujud dan rukuk terakhir sekitar 50
ayat.
Hadits nabi SAW menerangkan:
كَسَفَتِ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ
مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ
رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ
الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Terjadi
gerhana matahari dan Rasulullah SAW melakukan shalat gerhana. Beliau beridri
sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' sangat
panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari
yang pertama. Lalu ruku' lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang
pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang
namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku' panjang namun
sedikit lebih pendek dari sebelumnya.(HR. Bukhari
dan Muslim).
URUTAN
PELAKSANAAN SHALAT GERHANA
1.
Niat , Takbiratul
ihram
2.
Do’a Iftitah
3.
Membaca Fatihah
4.
Membaca Surah/ Ayat
5.
Ruku pertama
6.
(kembali berdiri) Membaca
Fatihah
7.
Membaca Surah/ Ayat
8.
Ruku kedua
9.
I’tidal
1*
Sujud pertama
1* Duduk diantara sujud
1*
Sujud kedua
1 * Berdiri
*Membaca Fatih
*Membaca Surah/ Aya
*Ruku pertama
1*
(kembali berdiri) Membaca
Fatihah
1*
Membaca Surah/ Ayat
1*
Ruku kedua
2*
I’tidal
2*
Sujud pertama
2*
Duduk diantara sujud
2*
Sujud kedua
2*
Tasyahud/ Tahiyat
* * Salam
Jakarta, 06
Maret 2016
MAJELIS TA’LIM
KAUM IBU
MASJID NURUL
IMAN KEMENTAN
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar