PACARAN DAN LAMARAN
“Dan janganlah kamu
mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
(menjijikan) dan suatu jalan yang sesat”
(QS. Al-Isra: 32)
“Siapa yang berzina atau
meminum khamer, maka terlepaslah iman dari padanya bagaikan orang melepaskan
baju kurung dari kepalanya.”
(HR. Al- Hakim)
Pacaran dapat diartikan “hubungan cinta kasih sesama
manusia yang berlainan jenis sebelum mereka menikah.” Ada pula yang
mengartikan bahwa pacaran adalah “pergaulan bebas antara muda mudi atau pria
wanita sebelum memasuki jenjang pernikahan.”
Terlepas dari berbagai pengertian yang pernah dibuat orang, namun kata “pacaran”
sering diasosiasikan sebagai tanda bukti atau karcis yang sah untuk melakukan
apa saja diantara dua manusia yang sedang jatuh cinta tanpa mengindahkan norma
dan aturan agama. Dampaknya, jika dua manusia sudah berpacaran, diartikan sudah
saling memiliki. Sehingga sering dilontarkan kalimat: “Engkau adalah milikku
dan aku adalah milikmu”
Dampak negatif dari menghalalkan pacaran sungguh sangat
memprihatinkan, ternyata kehidupan sek bebas telah menyusup ke dinding- dinding
sekolah. Hasil penelitian Depkes Jawa Tengah beberapa tahun lalu misalnya,
mengungkapkan 600 pelajar yang berada di Semarang, Pati, Magelang, Solo,
Pekalongan dan Purwokerto paling sedikit 6% pernah melakukan hubungan sex
seperti suami isteri. Beberapa pelajar wanita mengaku bahwa hal itu dilakukan
di rumahnya sendiri. Mereka mencuri kesempatan dari orang tuanya saat orang
tuanya pergi ke tempat kerja. Mereka tidak ke hotel/ penginapan karena tidak
punya uang.
Kasus lain di Surabaya, hasil penelitian Drs.Nyoman Naya Sujana, MA,
dosen UNAIR Surabaya, dari sekitar 80% remaja yang diteliti mengusulkan agar
ciuman dengan lawan jenis di tempat umum bukan perbuatan tabu. Bahkan menurut
mereka bahwa hubungan badan di luar nikah tidak tercela asalkan tidak hamil,
ini pendapat yang sangat gila !. Pendapat ini mencerminkan budaya yang bobrok
dan tercela di kalangan remaja. Data yang amat tragis ditemukan di Manado hasil
penelitian DR.Nan Warow selama enam bulan, di sebuah klinik yang populer
ditemukan 700 kasus pelajar yang hamil di luar nikah. Yang lebih tragis adalah
hasil penelitian di Surabaya, bahwa 60 % responden pelajar pernah melakukan
hubungan seksual. Bagaimana dengan Jakarta ? Lebih dari itu. Naudzubillahi min
dzalik.
Para remaja cenderung menjadikan pergaulan bebas menjadi acuan standar
pergaulan masa kini. Jika remaja/ pelajar tak punya pacar dianggapnya
ketinggalan zaman. Bahkan karena seolah- olah sudah menjadi kesepakatan yang
tak tertulis, remaja/ pelajar yang tidak punya pacar menjadi minder, merasa
tidak laku.
*******
Banyak pakar yang menilai, penyebabnya adalah globalisasi dan
liberalisasi. Para pelajar dibuatnya sangat akrab dengan diskotik, tempat- tempat
hiburan gelap dll. Pergaulan di luar sekolah semakin tak menentu, sekolah hanya
dijadikan tempat singgah saja untuk mencri peluang- peluang yang dapat
memuaskan keinginannya. Di sisi lain media massa seperti televisi, internet,
radio, tabloid, koran, majalah dll telah ikut “meracuni” remaja dan membentuk
karakter remaja menjadi “gila- gilaan”
Anak- anak muda kini memang sedang dikepung oleh budaya dan norma
permisif (kebebasan pergaulan yang kebablasan) yang sangat merusak perilaku
mereka. Jika sekolah telah menjadi sasaran orang- orang yang tidak bertanggung
jawab, maka kita hanya dapat mengucapkan “astaghfirullah al’adzim” dan
selanjutnya “inna lillahi wainna ilaihi raji’un”.
*******
Budaya pacaran dan pergaulan bebas telah melemparkan mereka ke lembah
yang sangat hina. Dari sudut kesehatan pun perilaku kebebasan sebenarnya juga
berarti sedang diintai “maut”. Di Manado misalnya, 7 orang pengidap HIV salah
satunya adalah pelajar SMU. Hal itu semakin memprihatinkan dengan semakin
merajalelanya budaya teler di kalangan pelajar sebagai akibat penyalah gunaan
obat terlarang/ narkoba.
*******
Boleh saja kita menuding globalisasi dan liberalisasi sebagai biang
penyebabnya. Namun jika kita renungkan secara mendalam, penyebab utamanya
adalah kosongnya jiwa kita dari nilai- nilai agama. Agama akan
tampil sebagai filter dan benteng yang kokoh, bahkan agama menjadi terapi/ obat
bagi penyakit- penyakit kejiwaan yang melekat pada tubuh kita.
Tantangan sebesar apapun jika hati kita telah diisi, insya Allah tidak
akan terpengaruh. Globalisasi terus berjalan, liberalisasi biar menggelinding,
namun bagaimana kita dapat memanfaatkannya untuk tujuan- tujuan positif, bukan
menjual moral dan menggadaikan agama.
Maka sebenarnya tidak ada istilah pacaran dalam kamus Islam. Pacaran
dalam pengertian di atas hukumnya haram. Pacaran seperti di atas akan
melahirkan zina; Zina kelamin, zina mata, zina hati dll. Yang ada dalam Islam
adalah “khitbah” atau sering disebut lamaran. Lamaran dalam Islam bukan
pacaran. Lamaran adalah ucapan janji dari pihak laki- laki untuk menjalin
ikatan rumah tangga, dan sifatnya bukan main-main seperti pacaran, sehingga
wanita yang sudah dilamar tidak boleh menerima lamaran laki- laki lain.
Demikian juga laki- laki tidak boleh melamar wanita yang disah dilamar laki-
laki lain.
Tetapi juga lamaran bukan berarti menghalalkan laki- laki dan perempuan
untuk bergaul bebas seperti suami isteri (seperti banyak ditemukan di sekitar
kita). Laki- laki hanya boleh melihat wajah orang yang dilamar dan dua belah telapak
tangannya. Ditambahkan menurut Imam Malik, boleh melihat betis wanita yang
dilamar.
Dalam Islam juga tidak dikenal adanya tukar cincin pada saat
dilaksanakan lamaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar