Senin, 02 Desember 2013

SYUBHAT


Kajian Fiqih
SYUBHAT

إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ ، وبَينَهُما أُمُورٌ مُشتَبهاتٌ ، لا يَعْلَمُهنّ كثيرٌ مِن النَّاسِ ، فَمَن اتَّقى الشُّبهاتِ استبرأ لِدينِهِ وعِرضِه ، ومَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ ، كالرَّاعي يَرعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرتَعَ فيهِ ، ألا وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى ، ألا وإنَّ حِمَى اللهِ محارِمُهُ ، ألا وإنَّ في الجَسَدِ مُضغَةً إذا صلَحَتْ صلَحَ الجَسَدُ كلُّه ، وإذَا فَسَدَت فسَدَ الجَسَدُ كلُّه ، ألا وهِيَ القَلبُ
“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

BEBERAPA CONTOH PERKARA SYUBHAT
Di bawah ini penulis sajikan beberapa contoh perkara syubhat
·         Gaji/ honor yang diperoleh dari bekerja di tempat yang bercampur antara yang halal dan haram. Misalnya bekerja di restoran yang menyediakan makanan/ minuman haram dan halal, bekerja di hotel yang menyediakan wanita penghibur (prostitusi), bekerja di bank yang masih mempraktekkan adanya riba dll
·         Hukum memakan daging kodok
·         Menemukan buah, misalnya mangga di bawah pohon mangga, menemukan makanan yang belum jelas siapa pemiliknya dll
·         Makanan/ minuman yang dicampur dengan zat yang masih diragukan kehalalannya
·         Sebagian ulama mengatakan bahwa sesuatu yang hukumnya makruh termasuk ke dalam perkara syubhat. Ibnu Munir menukilkan dalam Manaqib gurunya, Al-Qibary, (ia meriwayatkan) darinya bahwa ia berkata: Makruh itu tirai penghalang antara seorang hamba dengan sesuatu yang haram, barangsiapa yang banyak melakukan hal yang makruh maka di berjalan menuju yang haram, dan hal-hal yang mubah itu adalah penghalang antara dia dan hal-hal yang makruh, maka barangsiapa yang kebanyakan melakukan hal-hal yang mubah maka hal itu dapat membawanya (jatuh) pada hal yang makruh.

MACAM- MACAM SYUBHAT
Ibnu Munzir membagi syubhat pada tiga bagian:
  1. Sesuatu yang diketahui keharamannya secara jelas, namun kemudian timbul keraguan karena bercampur dengan yang halal, dalam hal ini, hukumnya jelas jatuh pada haram, seperti daging sapi yang tercampur dengan daging babi.
  2. kebalikannya, yaitu sesuatu yang jelas halalnya namun kemudian timbul keraguan, atau jika keraguan itu muncul setelah ada rasa yakin, dalam hal ini kembali pada hukum asal/ yang diyakini semula, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah kaidah fiqh: اليقين لا يزال بالشك / al-yaqiinu laa yazaalu bisy-syakk (sesuatu yang telah diyakini itu tidak bisa digugurkan dengan keraguan). Umpamanya seorang suami yang ragu-ragu apakah ia telah mengucapkan kalimat talak atau belum, atau seseorang yang telah berwudhu kemudian ragu-ragu apakah ia sudah batal atau belum.
  3. sesuatu yang diragukan halal atau haramnya. Dalam hal ini lebih baik menghindarinya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah terhadap kurma yang beliau temukan di atas tikar beliau. Beliau tidak mau memakan kurma tersebut karena khawatir kurma tersebut adalah kurma sedekah, sedangkan Rasulullah tidak boleh memakan sedekah.
Ulama lain membagi syubhat pada empat macam:
  1. Karena terjadinya pertentangan dalil
  2. Sebagai implikasi dari pertentangan dalil, adanya ikhtilaf ulama
  3. Yang dimaksud dengan syubhat itu adalah perkara-perkaran yang makruh, karena terdapat tarik menarik antara sisi boleh dikerjakan dan mendaknya ditinggalkan.
  4. Yang dimaksud syubhat adalah perkara-perkara yang mubah (pada asalnya)

SIKAP MANUSIA TERHADAP SYUBAHAT
Terdapat empat kelompok manusia dalam menyikapi syubhat:
Pertama; Orang yang mengetahui hukumnya; apakah ia halal atau haram. Artinya, ia beramal berdasarkan ilmunya. Ini merupakan kelompok yang paling baik.
Kedua; Orang yang tidak mengetahui hukumnya namun ia mengambil sikap menjauhi. Artinya, ia tidak mau memasukinya karena masih samar baginya. Inilah orang yang disebut telah berlepas diri untuk dien dan kehormatannya itu.
Ketiga; Orang yang tidak mengetahui hukumnya tetapi ia terjerumus ke dalamnya padahal baginya masih samar. Ini kelompok yang hampir terjerumus ke dalam haram murni.
Keempat; Orang yang terjerumus ke dalamnya padahal ia mengetahui bahwa syubhat tersebut termasuk dalam jenis haram murni. Ini adalah kelompok paling buruk.

AKIBAT TERJERUMUS KE DALAM PERKARA SYUBAHAT
Nabi saw menunjukkan bahwa ada perkara-perkara syubhat yang diketahui hukumnya oleh sebagian manusia, tetapi banyak orang yang tidak mengetahuinya.
Dari beberapa penjelasan di atas, bahwa setiap orang yang terjerumus ke dalam perkara syubhat maka:
  • Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
  • Dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang haram.
  • Tidak akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya.
  • Dia tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya.
  • Berkurangnya kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.

BUAH MENINGGALKAN PERKARA SYUBHAT
عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيِّ قَالَ قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ رضي الله عنهما مَا حَفِظْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ (رواه الترمذي)
Artinya:
Dari Abu Haura’ as-Sa’diy, ia berkata: Aku bertanya kepada Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma: Apakah (hadits) yang engkau hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ia menjawab: Aku hafal sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu menuju perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran itu (membawa) ketenangan dan kebohongan itu (membawa) kegundahan dan keraguan” (H.R. Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad/ Arba’in An-Nawawiyah, hadits No.11)
Meninggalkan sesuatu yang syubhat dan komit terhadap yang halal dalam masalah apapun, dapat mengarahkan seorang muslim pada sikap wara’ yang sangat potensial untuk menangkal bisikan setan, serta dapat mendatangkan kebaikan yang sangat besar, di dunia maupun di akhirat. Dengan menjaga diri dari perkara-perkara syubhat, maka akan terjaga agamanya maupun kehormatannya.
Sesuatu yang halal dan jelas tidak akan meninggalkan keraguan dalam hati seorang mukmin, bahkan akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan ketika melakukannya. Adapun sesuatu yang syubhat, meski ketika melakukannya tampak tidak ada masalah apapun, namun orang yang ingin menjaga diri dari dosa pasti akan merasakan adanya kegundahan dalam hatinya.
Orang yang meninggalkan syubhat pasti akan terpelihara kehormatan dan agamanya, karena logikanya tidak mungkin seseorang mampu meninggalkan berbagai perkara syubhat sementara ia sendiri masih bergelimang dengan hal-hal yang haram.
Orang yang sudah terbiasa dengan hal-hal yang syubhat, dikhawatirkan suatu saat akan terjerumus pada hal-hal yang haram. Dalam hal ini, Rasulullah mengumpamakannya dengan orang yang mengembalakan kambing di dekat daerah terlarang. Sepandai-pandainya pengembala menjaga kambingnya, suatu saat pasti ada saatnya dia lengah, sementara kambing hanya tertarik pada makanan tanpa peduli apakah itu telah masuk daerah terlarang dan berbahaya atau tidak. Dalam hadits ini, seolah Rasulullah SAW mengibaratkan nafsu manusia dengan kambing. Kambing hanya menuruti naluri makannya tanpa peduli apakah daerah tempat ia merumput dilarang untuk dimasuki dan berbahaya untuk dirinya sendiri ataukah tidak. Iman yang tertanam dalam dada adalah pengembala kambing tersebut. Kalau iman lemah dan lengah dalam menjaga gembalaannya, maka nafsu akan lepas kendali. Dan pengembala yang baik tidak akan mau mengambil resiko gembalaannya merumput di tempat terlarang.
Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan agar kaum muslimin senantiasa menjaga kebersihan hati, karena hati adalah sumber lahirnya amalan manusia. Bila bisikannya baik, maka amalan anggota tubuhnya juga baik. Namun jika bisikannya jahat, maka akan jahatlah amalan yang keluar dari anggota tubuhnya. Diantara jalan menjaga kebersihannya adalah dengan tidak membiasakan diri pada hal-hal yang syubhat. Karena bila sudah terbiasa dengan hal-hal yang syubhat -apalagi yang haram-, hati tidak akan memiliki kepekaan lagi terhadap hal yang haram. Ibarat seorang pemulung yang sudah terbiasa mencium aroma busuknya sampah, maka ia tidak akan merasa terganggu dengan aroma busuknya. Tidur dan makan di tengah aroma busuk sampah adalah hal biasa bagi mereka.
Bila hati telah bersih, maka kehalalan, kebenaran dan kejujuran akan membuahkan kedamaian dan keridhoan, sedangkan kebatilan dan kedustaan akan melahirkan rasa gundah dan kebencian dalam dada.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa hal  positif dalam menghindari perkara syubhat, yaitu:
  • Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat .
  • Menjauhkan perbuatan dosa kecil, karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
  • Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
  • Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
  • Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
  • Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana (hal yang haram).
  • Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk. Dll
Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan kehormatan kita dari noda-noda yang mungkin saja tanpa kita sadari menepel pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung menentukan sikap. Dengan cara ini pula, kita akan terhindar dari fitnah telah melakukan hal yang buruk. Kehormatan kita sebagai seorang Mukmin akan tetap terjaga. Inilah yang disebut sikap wara' (hati-hati) dalam beragama.

                                                                                                Jakarta, 15 April 2012
                                                                                                Pengajian Ahad Pagi
MT Kaum Ibu Nurul Iman Kementan

4 komentar:

  1. gan kalo jenis hewan yang di jadikan makanan apa aja yang mengandung subhat

    BalasHapus
  2. Kalau hewan adalah kodok. Sedangkan hewan lainnya sudah jelas halal dan haramnya, kecuali yg diragukan sebagaimana diuraikan di atas.

    BalasHapus
  3. Kalau hewan adalah kodok. Sedangkan hewan lainnya sudah jelas halal dan haramnya, kecuali yg diragukan sebagaimana diuraikan di atas.

    BalasHapus
  4. Kalau hewan adalah kodok. Sedangkan hewan lainnya sudah jelas halal dan haramnya, kecuali yg diragukan sebagaimana diuraikan di atas.

    BalasHapus