Kajian Fiqih
SHALAT DI KENDARAAN DAN ORANG SAKIT
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang- orang yang
beriman” (QS. An-Nisa: 103)
Shalat adalah ibadah mahdhah yang paling
utama, tidak boleh ditinggalkan walau dalam kondisi apapun, termasuk ketika di
dalam kendaraan yang tidak memungkinkan untuk berhenti, atau dalam keadaan
sakit parah. Selama ingatan/ fikiran masih normal, selama itu pula shalat wajib
didirikan. Hanya dalam keadaan darurat, Allah memberikan rukhshah (keringanan)
dalam pelaksanaannya, antara lain sebagaimana di bawah ini.
A. Shalat
Di Kendaraan
Shalat di
kendaraan boleh dilaksanakan bila dalam keadaan darurat. Artinya bila tidak
memungkinkan untuk turun atau berhenti guna melaksanakan shalat. Sedangkan bila
tidak dilaksanakan di kendaraan akan terlambat waktu pelaksanaannya. Adapun
tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1.
Bila di kendaraan yang memungkinkan shalat dengan
berdiri, misalnya di kapal laut, maka pelaksanaannya dengan cara berdiri
sebagaimana shalat di tempat tertentu (masjid, mushalla dll) dengan cara
sebagai berikut:
a. Pada awal
shalat hendaknya menghadap qiblat (bila memungkinkan), tapi bila tidak, sesuai
dengan yang dapat dilaksanakan.
b. Melaksanakan
shalat sebagaimana shalat di luar kendaraan dengan menyempurnakan seluruh
rukunnya.
c. Meskipun
kendaraan berbelok ke kiri atau ke kanan, posisi shalat tetap sebagaimana pada
awal shalat (tidak ikut berputar mengikuti perputaran kendaraan).
d. Shalat dapat
dilaksanakan dengan cara berjama’ah dengan posisi imam berada di depan ma’mum.
2.
Bila di kendaraan yang tidak memungkinkan shalat dengan
cara berdiri, misalnya di mobil, kereta api, pesawat terbang dsb,
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Shalat
dilaksanakan sambil duduk di kursi/ jok kendaraan, dengan tidak diharuskan
untuk menghadap qiblat
b. Bacaan shalat
sebagaimana shalat di luar kendaraan.
c. Setelah
takbiratul ihram, lalu “bersedakep” (sama dengan posisi berdiri)
d. Saat ruku
sedikit membungkukkan badan dengan posisi tangan menekan di atas paha.
e. Tegak kembali
(i’tidal) dengan posisi tangan tetap ada di atas paha atau menjulur ke bawah di
samping kiri kanan pinggul.
f.
Saat sujud membungkukkan badan lebih rendah daripada
saat ruku, dengan posisi tangan menekan di atas paha atau menekan ke sandaran
kursi depan.
g. Saat duduk dan
tasyahud posisi tangan di atas paha seperti saat tasyahud dalam shalat di luar
kendaraan.
h. Demikian
seterusnya pada rakaat berikutnya sampai salam.
i.
Shalat di dalam kendaraan dapat dilaksanakan dengan
berjama’ah
j.
Shalat di kendaraan bisa pula dilaksanakan dengan cara
diqashar atau dijama’ jika memenuhi syarat qashar dan jama’
B. Shalat
Orang Sakit
Yang
dimaksud dengan shalat orang sakit adalah shalat yang dilaksanakan oleh orang
sakit parah atau karena anggota badan tertentu yang sakit sehingga tidak dapat
melaksanakan shalat secara sempurna sebagaimana orang sehat. Pelaksanaannya
adalah sebagai berikut:
1.
Secara umum shalat harus dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki dengan tidak berpura- pura sakit. Atau karena sakit
biasa, lalu mengambil keringanan shalat.
2.
Bila tidak dapat dilaksanakan berdiri, maka boleh
duduk, bila duduk tidak bisa dapat dilaksanakan dengan posisi miring, dan bila
tidak bisa maka boleh dilaksanakan dengan posisi terlentang.
3.
Bila dilaksanakan dengan posisi duduk, maka posisinya
seperti duduk pada tasyahud (tahiyat) awal, dengan tangan “bersedakep” di dada.
4.
Saat ruku membungkukkan badan lk 45 derajat dan tangan
menekan di atas paha.
5.
Posisi sujud sama dengan sujud biasa (seperti sujud
dalam shalat orang sehat). Bila tidak mampu maka boleh dengan membung-kukkan
badan lk. 60 derajat.
6.
Tahiyat awal dan akhir sama dengan shalat biasa (shalat
orang sehat), dan diakhiri dengan salam.
7.
Bila dilaksanakan dengan posisi miring, maka posisi
kepala berada di sebelah utara, miring ke kanan dan menghadap qiblat.
8.
Bila sambil terlentang maka posisi kepala berada di
sebelah timur, bantal agak ditinggikan, muka ke arah qiblat.
9.
Shalat dengan posisi miring atau terlentang tidak ada
gerakkan badan kecuali mengangkat tangan saat takbiratul ihram.
Tambahan:
1.
Bila tidak memungkinkan berwudhu maka dibolehkan untuk
tayamum di kendaraan dengan menggunakan debu yang menempel di dinding
kendaraan. Caranya dengan menempelkan telapak tangan ke dinding kendaraan, lalu
mengusapkannya ke muka. Setelah itu menempelkan kembali dua telapak tangan ke
dinding, lalu mengusapkannya ke tangan.
2.
Shalat di kendaraan dan orang sakit wajib menutup
aurat.
Drs.H.Djedjen Zainuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar