Selasa, 03 Desember 2013

Shalat Orang Sakit Dan Shalat di Kendaraan


Kajian Fiqih
SHALAT DI KENDARAAN DAN ORANG SAKIT

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang- orang yang beriman” (QS. An-Nisa: 103)
Shalat adalah ibadah mahdhah yang paling utama, tidak boleh ditinggalkan walau dalam kondisi apapun, termasuk ketika di dalam kendaraan yang tidak memungkinkan untuk berhenti, atau dalam keadaan sakit parah. Selama ingatan/ fikiran masih normal, selama itu pula shalat wajib didirikan. Hanya dalam keadaan darurat, Allah memberikan rukhshah (keringanan) dalam pelaksanaannya, antara lain sebagaimana di bawah ini.




A.    Shalat Di Kendaraan

Shalat di kendaraan boleh dilaksanakan bila dalam keadaan darurat. Artinya bila tidak memungkinkan untuk turun atau berhenti guna melaksanakan shalat. Sedangkan bila tidak dilaksanakan di kendaraan akan terlambat waktu pelaksanaannya. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1.      Bila di kendaraan yang memungkinkan shalat dengan berdiri, misalnya di kapal laut, maka pelaksanaannya dengan cara berdiri sebagaimana shalat di tempat tertentu (masjid, mushalla dll) dengan cara sebagai berikut:
a.      Pada awal shalat hendaknya menghadap qiblat (bila memungkinkan), tapi bila tidak, sesuai dengan yang dapat dilaksanakan.
b.      Melaksanakan shalat sebagaimana shalat di luar kendaraan dengan menyempurnakan seluruh rukunnya.
c.       Meskipun kendaraan berbelok ke kiri atau ke kanan, posisi shalat tetap sebagaimana pada awal shalat (tidak ikut berputar mengikuti perputaran kendaraan).
d.     Shalat dapat dilaksanakan dengan cara berjama’ah dengan posisi imam berada di depan ma’mum.

2.      Bila di kendaraan yang tidak memungkinkan shalat dengan cara berdiri, misalnya di mobil, kereta api, pesawat terbang dsb, pelaksanaannya sebagai berikut:
a.      Shalat dilaksanakan sambil duduk di kursi/ jok kendaraan, dengan tidak diharuskan untuk menghadap qiblat
b.      Bacaan shalat sebagaimana shalat di luar kendaraan.
c.       Setelah takbiratul ihram, lalu “bersedakep” (sama dengan posisi berdiri)
d.     Saat ruku sedikit membungkukkan badan dengan posisi tangan menekan di atas paha.
e.      Tegak kembali (i’tidal) dengan posisi tangan tetap ada di atas paha atau menjulur ke bawah di samping kiri kanan pinggul.
f.        Saat sujud membungkukkan badan lebih rendah daripada saat ruku, dengan posisi tangan menekan di atas paha atau menekan ke sandaran kursi depan.
g.      Saat duduk dan tasyahud posisi tangan di atas paha seperti saat tasyahud dalam shalat di luar kendaraan.
h.      Demikian seterusnya pada rakaat berikutnya sampai salam.
i.        Shalat di dalam kendaraan dapat dilaksanakan dengan berjama’ah
j.        Shalat di kendaraan bisa pula dilaksanakan dengan cara diqashar atau dijama’ jika memenuhi syarat qashar dan jama’


B.     Shalat Orang Sakit

Yang dimaksud dengan shalat orang sakit adalah shalat yang dilaksanakan oleh orang sakit parah atau karena anggota badan tertentu yang sakit sehingga tidak dapat melaksanakan shalat secara sempurna sebagaimana orang sehat. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1.      Secara umum shalat harus dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dengan tidak berpura- pura sakit. Atau karena sakit biasa, lalu mengambil keringanan shalat.
2.      Bila tidak dapat dilaksanakan berdiri, maka boleh duduk, bila duduk tidak bisa dapat dilaksanakan dengan posisi miring, dan bila tidak bisa maka boleh dilaksanakan dengan posisi terlentang.
3.      Bila dilaksanakan dengan posisi duduk, maka posisinya seperti duduk pada tasyahud (tahiyat) awal, dengan tangan “bersedakep” di dada.
4.      Saat ruku membungkukkan badan lk 45 derajat dan tangan menekan di atas paha.
5.      Posisi sujud sama dengan sujud biasa (seperti sujud dalam shalat orang sehat). Bila tidak mampu maka boleh dengan membung-kukkan badan lk. 60 derajat.
6.      Tahiyat awal dan akhir sama dengan shalat biasa (shalat orang sehat), dan diakhiri dengan salam.
7.      Bila dilaksanakan dengan posisi miring, maka posisi kepala berada di sebelah utara, miring ke kanan dan menghadap qiblat.
8.      Bila sambil terlentang maka posisi kepala berada di sebelah timur, bantal agak ditinggikan, muka ke arah qiblat.
9.      Shalat dengan posisi miring atau terlentang tidak ada gerakkan badan kecuali mengangkat tangan saat takbiratul ihram.

Tambahan:
1.      Bila tidak memungkinkan berwudhu maka dibolehkan untuk tayamum di kendaraan dengan menggunakan debu yang menempel di dinding kendaraan. Caranya dengan menempelkan telapak tangan ke dinding kendaraan, lalu mengusapkannya ke muka. Setelah itu menempelkan kembali dua telapak tangan ke dinding, lalu mengusapkannya ke  tangan.
2.      Shalat di kendaraan dan orang sakit wajib menutup aurat.

Drs.H.Djedjen Zainuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar