Senin, 02 Desember 2013

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA


Kajian Fiqih;
PERNIKAHAN LINTAS AGAMA


            Yang dimaksud dengan pernikahan lintas agama adalah pernikahan antara laki- laki dengan perempuan yang berbeda agama. Dalam makalah ini lebih dukhususkan kepada pembahasan pernikahan antara orang yang beragama Islam dengan non Islam.
            Tentang pernikahan antara perempuan muslimah dengan laki- laki non muslim, baik ahli kitab maupun non ahli kitab semua ulama berpendapat haram hukumnya (dilarang). Demikian pula antara laki- laki dengan perempuan non ahli kitab haram hukumnya. Sedangkan pernikahan antara laki- laki muslim dengan perempuan ahli kitab terdapat beberapa pendapat, antara lain sebagai berikut:
            Pertama, ulama yang berpendapat bahwa pernikahan laki- laki muslim dengan perempuan ahli kitab diperbolehkan. Mereka berlandaskan kepada QS. Al- Maidah: 5:
 “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik- baik. Makanan (sembelihan) orang- orang yang diberi Al- Kitab itu halal bagimu dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka, (dan dihalalkan mengawini) wanita- wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita- wanita yang beriman dan wanita- wanita yang menjaga kehormatan diantara orang- orang yang diberi kitab sebelum kamu…” (QS. Al- Maidah: 5)
            Ayat di atas dikuatkan dengan hadits Nabi SAW dari Jabir bin Abdillah:
نَتَزَوَجُ نِسَاءَ اَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ يَتَزَوَجُوْنَ نِسَاءَناَ
“Kami menikahi perempuan ahli kitab dan tidak boleh mereka menikahi perempuan kita (wanita muslimah)”
            Kedua, menikahi wanita non muslim baik ahli kitab maupun bukan haram hukumnya. Mereka berlandaskan kepada QS. Al- Baqarah: 221 dan QS. Al- Mumtahanah: 10
 “Dan janganlah kamu menikahi wanita- wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sungguhlah budak- budak wanita beriman lebih baik daripada wanita musyrik meskipun mereka mengagumkanmu. Dan janganlah pula kalian menikahkan orang- orang musyrik dengan wanita- wanita beriman. Sungguhlah budak- budak laki- laki beriman lebih baik daripada laki- laki musyrik meskipun mereka mengagumkanmu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat- ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al- Baqarah: 221)
            Di dalam ayat lain Allah SWT menegaskan: “Hai orang- orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar- benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan kepada (suami- suami mereka) orang- orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang- orang kafir itu dan orang- orang kafir itu tiada halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada suami- suami mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu berpegang kepada tali (perkawinan) dengan perempuan- perempuan kafir, hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu bayar dan hendaklah mereka minta kembali mahar yang yang mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan bagi kamu, Allah Maha Mengatahui lagi Maha Bijaksana.” Terjemahan QS. Al- Mumtahanan: 10)
            Bagi golongan ini kedua ayat di atas melarang kaum muslimin secara mutlak untuk menikah dengan orang non muslim, baik laki- laki maupun perempuan, baik alhi kitab maupun bukan ahli kitab. Mereka berkeyakinan bahwa orang di luar Islam termasuk Yahudi dan Nasrani adalah musyrik (menyekutukan Allah). Orang Yahudi mempertuhankah Uzair dan orang Nasrani mempertuhankan Isa bin Maryam.
            Golongan ini juga berpendapat bahwa QS. Al- Baqarah: 221 tentang larangan menikahi wanita musyrik dan menikahkan laki- laki musyrik dengan wanita mu’minah turun lebih akhir daripada QS. Al- Maidah: 5. Dengan demikian maka QS. Al- Maidah; 5 sudah dinasakh (dihapus secara hukum) oleh QS. Al- Baqarah: 221. Maka ketentuan pada QS. Al- Maidah: 5 secara hukum tidak berlaku lagi.

Pernikahan Lintas Agama menurut MUI dan Kompilsi Hukum Islam
            Majelis Ulama Indonesia telah memfatwakan tentang hukum pernikahan lintas agama, yaitu Fatwa MUI No. 05/Kep/Munas II/1980, yang merupakan keputusan munas II MUI tanggal 26 Mei – 01 Juni 1980 di Jakarta berkenaan dengan pernikahan lintas agama yang menyatakan:
1.      Perkawinan wanita muslim dengan laki- laki non muslim haram hukumnya.
2.      Laki- laki muslim haram mengawini perempuan non muslim.
Tentang perkawinan laki- laki Islam dengan wanita ahli kitab, yang terdapat adanya perbedaan pendapat, setelah mempertimbangkan dan melakukan penelitian ternyata lebih besar mafsadatnya/ madharatnya daripada manfaatnya, maka MUI memfatwakan pernikahan lintas agama haram hukumnya.
Sedangkan tentang pernikahan lintas agama di dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat di dalam pasal 40 point c dan pasal 44. Dalam pasal 40 point dijelaskan: “Dilarang melangsungkan perkawinan antara pria dan wanita karena keadaan tertentu: (c) Seorang wanita yang tidak beragama Islam.” Sedangkan dalam pasal 44 dijelaskan: “seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”.
            Kedua pasal tersebut sangat sejalan, yakni melarang orang Islam kawin dengan orang yang bukan Islam, tanpa membedakan laki- laki maupun perempuan dan tanpa mengklasifikasikan antara musyrik maupun ahli kitab.


Dampak Pernikahan Lintas Agama

            Bila terjadi adanya pernikahan lintas agama, maka akan menimbulkan dampak buruk di dalam keluarga, antara lain sebagai berikut:

  1. Hubungan keluarga tidak harmonis, baik antar suami dengan isteri maupun antara orang tua dengan anak.
  2. Pendidikan dan keyakinan anak- anak akan menjadi ajang rebutan oleh orang tuanya dan ini sangat mengganggu perkembangan kejiwaan anak- anak Meskipun mungkin orang ada tua yang memberikan kebebasan, tetapi yang banyak terjadi adalah orang tua memberikan penekanan agar keyakinan anaknya sama dengan keyakinan dirinya. Demikian pula dalam hal pendidikan anak.
  3. Pengaruh terhadap kewarisan, baik itu penggunaan harta bersama selama membina keluarga maupun dalam pembagian harta warisan jika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia.
  4. Dan lain- lain

                        Drs. H. Djedjen Zainuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar