Kajian Fiqih;
ZAKAT KONTEMPORER
Zakat adalah salah satu rukun
Islam yang lima, yang wajib dilaksanakan. Tetapi dalam pelaksanaannya masih
banyak diabaikan oleh umat Islam, terutama karena dua hal. Pertama masih
rendahnynya kesadaran ummat Islam dan kedua sangat rendahnya pengetahuan
umat Islam tentang zakat.
Di bawah ini akan diuraikan
secara singkat tentang zakat kontemporer .Yang dimaksud
dengan zakat kontemporer adalah zakat yang jenisnya tidak disebutkan secara
tegas di dalam Nash Al- Qur’an maupun Al-Hadits.
Secara umum
zakat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Pembahasan singkat pada makalah ini dibatasi hanya
membicarakan zakat hasil usaha yang zakatnya tidak ditentukan oleh nas, seperti
perkebunan, peternakan selain kambing, sapi/lembu dan unta, perikanan, gaji/
upah dan industri. Sedangkan jenis zakat yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan Al-
Hadits sebagaimana halaman terakhir makalah ini
Zakat hasil
perkebunan
Para
Fuqaha’ sependapat mengenai wajibnya zakat pada empat macam tanaman, yaitu
gandum, jawawut, kurma, dan anggur kering. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.:
لاَ تُأْخَذُ الصَّدَقَةُ اِلاَّ مِنْ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةِ :
الشَّعِيْرِ وَ الْحِنْطَةِ وَالتَّمْرِ وَالزَّبِيْبِ (رواه الدارقطنى والحاكم
والطبرانى)
“Janganlah kamu mengambil
zakat tumbuh-tumbuhan kecuali dari empat macam, Gandum, jewawut, kurma dan
anggurkering.”
(HR Daruquthny, Hakim dan Thabrani)
Namun mereka
berselisih pendapat mengenai hasil tanaman selainnya.
1) Ibnu Abi Laila, Sofyan Al-Tsauri, dan Ibnu
Al-Mubarak berpendapat tidak wajib membayar zakat dari hasil tanaman kecuali
empat macam seperti disebutkan di atas.
2)
Imam Malik dan Imam Syafi‘i
menyatakan bahwa zakat dikenakan terhadap semua jenis tanaman yang dapat
disimpan lama dan merupakan makanan pokok.
3)
Imam Ahmad berpendapat bahwa
semua tanaman yang ditanam manusia, yang kering, tahan lama, dan ditakar, baik
biji-bijian maupun buah, baik merupakan makanan pokok maupun bukan, seperti
mentimun, dikenakan zakat.
4)
Abu Hanifah berpendapat bahwa
zakat dikenakan terhadap semua hasil bumi, selain rumput, kayu, dan bambu.
5)
Abu Yusuf dan Muhammad
menyatakan: “Tidak wajib zakat atas hasil tanaman, kecuali biji-bijian dan
buah-buahan yang dapat diawetkan selama satu tahun, tanpa banyak pemeliharaan,
baik berupa hasil yang bisa ditakar seperti biji-bijian, maupun yang ditimbang
seperti kapas dan gula. Mentimun, semangka, sayuran, mangga, jeruk, dan
lain-lainnya tidak wajib dizakati karena tidak bisa diawetkan selama satu
tahun. Dasar yang dijadikan pegangan adalah Hadits riwayat Ya‘qub bin Syaibah
dan Musa bin Thalhah :
لَيْسَ فِى اْلحَضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ
"Tidak
ada zakat pada sayuran".
Perbedaan
pendapat antara fuqaha’ yang menetapkan kewajiban zakat hanya ada pada
empat macam tanaman dengan fuqaha’ yang menetapkan kewajiban zakat atas
semua hasil tanaman yang dapat diawetkan dan merupakan makanan pokok,
disebabkan karena perbedaan pendapat mereka mengenai pertalian zakat dengan
keempat macam tanaman
tersebut; Apakah karena zat makanan itu sendiri ataukah karena adanya suatu ‘illat
padanya, yaitu kedudukannya sebagai makanan pokok.
Bagi fuqaha’
yang berpendapat bahwa pertalian itu ada pada zatnya, maka tidak wajib zakat
kecuali empat macam tanaman tersebut. Sedang bagi fuqaha’ yang
menyatakan bahwa pertalian itu karena kedudukannya sebagai makanan pokok, maka
mereka menetapkan kewajiban zakat terhadap semua tanaman yang merupakan makanan
pokok.
Sedang perbedaan
pendapat antara fuqaha’ yang membatasi kewajiban zakat pada makan pokok
dengan fuqaha’ yang menetapkan wajibnya zakat bagi semua hasil bumi,
kecuali rumput, kayu, dan bambu, dikarenakan adanya pertentangan antara qiyas
dengan ketentuan umum.
Ketentuan umum
dimaksud adalah sabda Nabi SAW.:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِيمَا سَقَتِ اْلأَنْهَارُ
وَالْغَيْمُ الْعُشُرُ وَفِيْمَا سُقِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ الْعُشْرِ (رواه
مسلم واحمد والنسائى)
Dari
Jabir bin Abdullah bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Pada tanaman yang disirami oleh air sungai dan hujan
(zakatnya) adalah sepersepuluh (atau 10%), dan pada tanaman yang disirami
dengan menggunakan kincir yang ditarik binatang, (zakatnya) seperduapuluh (atau
5%)”. (HR Muslim, Ahmad dan Nasa’i)
Adapun yang
dimaksud dengan qiyas tersebut adalah bahwa zakat itu dimaksudkan sebagai
penutup kebutuhan pokok, dan hal ini pada umumnya hanya terdapat pada tanaman
yang merupakan bahan makanan pokok.
Bagi fuqaha’
yang memegangi ketentuan umum, mereka mewajibkan zakat pada semua tanaman,
selain tanaman yang dikecualikan oleh ijma‘. Sedang fuqaha’ yang
memegangi qiyas, mereka hanya mewajibkan zakat atas tanaman-tanaman yang
merupakan bahan makanan pokok.
Adapun nishab
zakat hasil perkebunan, sebagaimana diketahui adalah lima wasaq (+ 930
liter), sebagaimana bunyi teks Hadits berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ
خَمْسَةِ أَوْسَاقٍ مِنْ تَمْرٍ وَلاَ حَبٍّ صَدَقَةٌ (رواه مسلم)
“Dari Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata: Rasulullah SAW telah
bersabda: “Tidak ada shadaqah (zakat) pada biji-bijian dan buah-buahan sehingga
sampai banyaknya lima wasaq.” (HR Muslim)

Contoh hasil
perkebunan antara lain: Kelapa sawit, cengkih, buah- buahan,dll
Zakat peternakan
dan perikanan
Para Fuqaha’
bersepakat wajib zakat atas beberapa jenis binatang, yaitu unta, kerbau, lembu,
kambing, dan biri-biri. Namun mereka berbeda pendapat mengenai binatang
ternak lainnya, demikian pula mengenai perikanan. Seperti halnya zakat hasil
perkebunan, kewajiban mengeluarkan zakat hasil peternakan dan perikananpun
harus dikembangkan.
Di antara
hewan-hewan yang diperselisihkan ada yang berkenaan dengan macamnya dan ada
yang berkaitan dengan sifatnya. Yang diperselisihkan mengenai macamnya ialah
kuda. Jumhur berpendapat bahwa kuda
tidak wajib dizakati.
Pendapat Jumhur
ini didasarkan pada hadits Nabi SAW.:
لَيْسَ عَلَى اْلمُسْلِمِ فِى عَبْدِهِ
وَلاَ فِى فَرَسِهِ صَدَقَةٌ
Artinya:
“Tidak ada
sedekah (zakat) atas orang Islam, baik pada hamba maupun kudanya.”
Sedang Abu
Hanifah menyatakan, bahwa bila
kuda itu digembalakan dan dikembangbiakkan, maka dikenai zakat bila
terdiri dari kuda jantan dan betina. Abu Hanifah mendasarkan pada hadits Nabi
SAW. yang beliau ungkapkan setelah
menyebutkan “kuda” :
ثُمَّ لَمْ يَنْسَ حَقَّ اللهِ فِى
ظُهُوْرِهَا
“Dan ia tidak melupakan hak Allah pada
lehernya maupun punggungnya”.
Abu Hanifah
menyatakan bahwa yang dimaksud hak Allah dalam Hadits tersebut adalah
zakat, yakni pada kuda
yang
dikembalakan.
Perlu dilihat,
bahwasanya Umar bin Khattab, khalifah kedua yang masa hidupnya tidak jauh
dengan masa Rasulullah SAW. telah mewajibkan zakat kuda, padahal pada masa Nabi
SAW. kuda itu tidak dikeluarkan zakatnya, sebagaimana bunyi hadits di atas. Hal
ini barangkali, karena pada musa Umar, peternakan kuda sudah mencapai suatu
bisnis yang nilai usahanya mencapai nishab usaha peternakan yang telah
diwajibkan zakatnya.
Mengenai
sifatnya, para ulama berbeda pendapat antara digembalakan dengan yang tidak
digembalakan, semisal unta, sapi, dan kambing. Sebagian menyatakan unta, sapi dan kambing dikenai zakat
baik digembalakan maupun tidak digembalakan. Sedang sebagian ulama yang lain
(Ulama Mesir) beranggapan bahwa yang dikenai zakat dari tiga jenis bitang
tersebut adalah bila ketiganya digembalakan.
Adapun mengenai
binatang ternak lainnya dan perikanan, jumhur ulama salafiyah tidak mengenakan
pungutan apa-apa, karena memang tidak ada nashnya di samping waktu belum
dijadikan usaha untuk mencari kekayaan. Ini berbeda dengan sekarang, bahwa
peternakan dan perikanan sebagaimana dimaksud di atas sudah dijadikan usaha
besar yang penghasilannya bisa lebih
besar dari hewan yang dikenakan zakatnya oleh nash. Berdasarkan inilah, sangat
tepat para pembaharu dalam bidang fiqih mengqiyaskan binatang ternak tersebut
dengan unta, sapi, dan kambing, yakni dikenakan zakat. Sedang mengenai
perikanan, ada sebagian ulama yang menyatakan “wajib dikenai zakat”, karena di
dalamnya mengandung unsur “sadd al-khallah”, yaitu harta itu merupakan
suatu yang bermanfaat bagi manusia dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
"tanmiyah", yaitu bahwa harta mempunyai kemungkinan
berkembang, bertumpuk, dan bertambah banyak.
Sementara
nishabnya, bisa dinishbahkan kepada nishab binatang ternak yang
wajib dizakati berdasarkan ketentuan nash:
Misalnya:
§ Jenis
ternak : ayam
§ Harga
perekor : Rp. 20.000,00
Diqiyaskan
kepada kambing
§ Nishab
kambing : 40 s/d 120 ekor, zakatnya
1 ekor.
§ Harga
1 kambing : Rp. 700.000,-
§ Harga
ayam : Nilai harga kambing = 2 : 70
§ Maka
nishab ayam adalah = 70: 2 x 40 (batas minimal nishab kambing) = 1.400 ekor

Contoh
peternakan antara lain: ternak ayam, ternak itik, budidaya ikan,
sarang
burung walet dll
Zakat gaji/ upah profesi
Yang dimaksud
dengan gaji/upah ialah upah kerja yang dibayar di waktu yang tetap. Di samping
gaji ada juga penghasilan lain, sebagai upah atau balas jasa atas suatu
pekerjaan/ profesi.
Masalah-masalah
di atas termasuk garapan ijtihadi, sebab nas tidak menyebutnya. . Sekalipun
demikian, menurut Masjfuq Zuhdi, bahwa semua macam penghasilan tersebut terkena
hukum zakat sebesar 2,5 % berdasarkan firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْآ
أَنفِقُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ البقرة
: 267
“Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) bagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS
Al-Baqarah: 276
Kewajiban
tersebut, menurutnya apabila penghasilan telah melebihi kebutuhan-pokok hidupnya dan
keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga,
alat-alat kerja/usaha, kendaraan, dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan;
bebas dari beban hutang, baik kepada Allah SWT.—seperti nazar haji yang belum
ditunaikan—maupun terhadap sesama manusia. Kemudian sisa penghasilan itu masih
mencapai nishab, yakni senilai 93,6 gram
emas (artinya disamakan dengan emas) dan telah genap setahun. Adapun
cara menunaikannya bisa kumulasi dalam satu tahun atau tiap bulan dengan
memperhitungkan prediksi jumlah satu tahun.
Misalnya:
Pendapatan seorang dokter Rp 15 juta/ bulan. Kebutuhan pokok: Rp 5 jt/ bulan.
Sisa kebutuhan pokok= 10 juta/ bulan X 12 = Rp 120 juta. Bila harga emas Rp
300.000/ gram, maka batas nishabnya 300.000 X 93,6 = 28 juta. Dengan demikian
maka dokter tersebut sudah wajib mengeluarkan zakat, karena jauh sudah melebihi
batas nishab, yaitu: 120 juta X 2,5 % = Rp 3 juta/ tahun

Contoh
bentuk profesi: Pengacara, konsultan,
dokter, pejabat, makelar, anggota legislatif dll
Zakat saham,
industri, dan lain sebagainya
Menurut Masjfuq Zuhdi, bahwa semua saham
perusahaan/perseroan, baik yang terjun di bidang perdagangan murni maupun dalam
bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakati menurut kurs pada waktu
mengeluarkan zakatnya, yaitu sebesar 2,5
% setahun seperti zakat tijarah, apabila telah mencapai nishab dan sudah
haul. Sementara menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu dizakati.
Apabila saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang berkaitan
langsung dengan perdagangan, maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Namun bila
tidak berkaitan dengan perdagangan atau tidak memproduksi barang untuk
diperdagangkan, maka saham-saham itu tidak wajib dizakati.
Undang- undang zakat
Di Negara Indonesia semua
permasalahan zakat ini sudah direspon, dan telah diundangkan dalam hukum
positif, yaitu UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam pasal 11
ayat (2) UU tersebut, disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah:
a.
emas, perak dan uang;
b.
perdagangan dan perusahaan;
c.
hasil pertanian, hasil perkebunan, dan
hasil perikanan;
d.
hasil pertambangan;
e.
hasil peternakan;
f. hasil
pendapatan dan jasa
g.
rikaz.
Sedangkan
penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan
berdasarkan hukum agama (ayat 3)
Hikmah Zakat
a. Menunaikan zakat adalah
manifestasi dari rasa syukur atau pernyataan terima kasih kepada Allah SWT yang
telah menganugerahkan rizki kepada hamba- Nya.
b. Zakat mendidik manusia
membersihkan jiwanya dari sifat bakhil/ kikir dan rakus, sekaligus mendidik
manusia menjadi dermawan dan pemurah.
c. Sifat perjuangan Islam selalu berorientasi kepada
kepentingan kaum dhu’afa. Sejarah perjuangan Rasulullah SAW menjadi bukti,
dimana beliau selalu memperhatikan kepentingan- kepentingan hidup kaum lemah,
baik dalam memperoleh kemerdekaan pribadi dan perbudakan, maupun dalam memenuhi
tuntutan sosial ekonominya, agar hidup secara wajar. Allah SWT berfirman.
“Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-
orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan
mereka orang- orang yang mewarisi bumi.” (QS, Al- Qashash: 5)
d. Ajaran zakat menunjukkan bahwa kemiskinan adalah
musuh yang harus dientaskan. Islam memandang bahwa kemiskinan bisa menjadi
penyebab kekufuran, bahkan pencuraian dan kejahatan lainnya. Nabi SAW bersabda:
كَاذَالْفَقْرُاَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا رواه ابو نعيم
“Kefakiran dapat menyebabkan
kekufuran.” (HR. Abu Na’im)
e. zakat dapat menghubungkan tali kasih sayang
antara golongan yang berpunya dengan golongan yang tak berpunya. Dengan zakat
maka struktur masyarakat Islam dapat dibina sebagaimana yang disabdakan Nabi
SAW
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّبَعْضُهُ بَعْضًا. رواه مسلم
“Orang mu’min terhadap mu’min lainnya bagaikan bangunan yang
saling menguatkan satu bagian dengan bagian lainnya.” (HR Muslim)
Hikmah zakat kontemporer
a.
Semakin menyadarkan orang- orang
kaya untuk mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, karena banyak
sekali orang yang sebenarnya mempunyai penghasilan lebih besar daripada orang-
orang yang wajib zakat dalam bentuk harta yang sudah ditentukan jenisnya.
b.
Dengan adanya zakat kontemporer
maka akan semakin banyak fakir miskin
yang dapat tertolong.
Drs. H. Djedjen Zainuddin
HP. 0817732580
Tidak ada komentar:
Posting Komentar