Renungan;
IMUNISASI DAN IMANISASI
Drs. H. Djedjen Zainuddin
“Dan hendaklah takut kepada Allah
orang- orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak- anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)
Imunisasi
diartikan sebagai upaya memberikan vaksin kekebalan terhadap bayi dari
penyakit- penyakit tertentu. Program ini biasanya meliputi pemberian vaksin
BCG, DPT (1,2 &3), Anti Polio (1,2,3 & 4), Hepatitis B (1,2 &3) dan
Campak. Para orang tua, terutama para ibu berupaya memberikan seluruh vaksin
ini sebelum bayi berusia satu tahun. Dengan mengikuti program ini, maka sangat
diharapkan bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa banyak menderita
penyakit tertentu, terutama penyakit berat dan berbahaya. Alangkah bahagianya
para orang tua jika melihat anak- anaknya sehat, tumbuh dan berkembang secara
normal.
Imunisasi
adalah usaha preventif digambarkan sebagai sebuah payung yang menaungi bayi
dari penyakit- penyakit berbahaya, yang mengganggu kesehatannya bahkan
mengancam jiwanya. Karenanya program ini telah disosialisasikan dan
dipublikasikan secara nasional baik melalui posyandu, puskesmas, rumah bersalin
maupun lembaga kesehatan lainnya. Para orang tua rela anaknya menjadi demam
selama lebih kurang satu hari setelah divaksinasi (terutama DPT) demi kekebalan
di masa mendatang. Karena yakin bahwa ini adalah jalan terbaik untuk kesehatan
anak- anaknya.
Upaya ini adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab
orang tua untuk merawat anak- anaknya, agar kelak menjadi generasi penerus yang lebih baik dari
orang tuanya; Sehat dan kuat jasmaninya, berguna bagi nusa, bangsa dan
agamanya. Adalah naif jika orang
tua membiarkan anaknya menderita sakit
karena tidak pernah diberikan kekebalan padanya sewaktu bayi. Apalagi untuk
saat ini memberikan imunisasi pada anak tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak, asal rajin saja datang ke posyandu,
insya Allah akan mendapatkan pelayanan yang layak.
Jika
untuk program imunisasi para orang tua
begitu bersemangat melakukannya, bagaimanakah dengan imanisasi ?. Sangat
berbahaya jika jasmani anak kebal terhadap berbagai penyakit tetapi rohaninya
rapuh dari ancaman penyakit rohani. Bahkan jika diambil perbandingan, imunisasi
yang meninggalkan imanisasi jauh lebih berbahaya daripada imanisasi yang
meninggalkan imunisasi. Nampaknya gejala inilah yang justeru sedang terjadi di
tengah- tengah masyarakat kita. Bayi- bayi sekarang memang sehat- sehat dan
gemuk- gemuk, sehingga tingkat mortalitas (kematian) bayi prosentasenya semakin
kecil. Ini menunjukkan bahwa perawatan bayi- bayi yang lahir jauh semakin baik
dan intensif dibandingkan masa lalu. Namun di balik itu semua, dampak gaya
kehidupan matrialistik ikut menerpa para bayi dan anak- anak, yaitu dengan
semakin dangkalnya akidah dan keimanan para generasi penerus bangsa ini. Hal
ini terjadi karena para orang tua tidak lagi menganggap penting proses
imanisasi pada anak- anaknya. Di tengah- tengah keluarga kita sedang terjadi
proses skularisasi, despiritualisasi, demoralisasi dan lain- lain, terutama
melalui media masa audio visual. Di satu sisi orang tua kurang respek terhadap
ajaran agama, dan di sisi lain anak- anak dijejali sesuatu yang kurang patut.
Maka kehancuranlah yang akan terjadi. Tanggal 10 Maret 2002 saat penulis
berkunjung ke Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya (masyarakan yang sangat
sederhana dan tempatnya terisolir) sempat bertanya kepada salah seorang pemuka
adat: “Mengapa di kampung ini tidak ada televisi ?” Jawabannya sangat sederhana:
“Sebab kalau ada televisi yang ditonton hanya hiburan dan hal- hal yang
kurang layak ditonton oleh anak- anak. Sementara kalau acara ngaji tidak pernah
ditonton”. Jawaban yang sangat polos, menunjukkan kesederhanaan berfikir,
tapi itulah realita. Meskipun kita tidak menutup mata akan manfaat yang dapat
diperoleh dari media ini. Memang hasil teknologi (sering) lebih menarik
daripada agama, sehingga kita dibuatnya
terbuai dan lupa terhadap agama. Sebenarnya kita punya missi untuk memberikan
muatan agama dalam hasil- hasil teknologi, sebab kita tidak mungkin (dan tidak
boleh) lari dari produk- produk teknologi. Mestinya kita memperbudak teknologi,
tapi kenyataannya kita ini diperbudak oleh teknologi.
Akibat lengahnya orang tua terhadap proses
imanisasi, membuat semakin jauhnya anak- anak kita dari nilai- nilai agama.
Maka dapat kita lihat dampaknya, antara lain
semakin banyaknya dekadensi moral yang dilakukan oleh anak- anak dan
remaja, seperti bernarkobaria, pergaulan bebas, perkelahian antara pelajar dan
lain- lain. Bahkan carut marutnya negeri kita ini lebih diakibatkan oleh para
pemimpin dan para pejabatnya yang tak bermoral (wakana za’imuhu ardzalahum).
Ini sebagai akibat, dulunya para pemimpin kita terlalu banyak diberikan
imunisasi sehingga menjadi rakus tapi kurang lengkap diberikan imanisasi.
Pintar tapi tidak benar. Bagaikan mobil, gas-nya bagus tetapi rem-nya blong.
Akibatnya: “bablas nabrake”.
Imanisasi
bisa pula dilakukan dengan pemberian DPT (Da’wah, Pendidikan dan Teladan).
Da’wah artinya ajakan, yaitu mengajak anak- anak kita untuk melaksanakan
perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
Pendidikan yaitu bimbingan ke arah yang lebih baik. Materinya meliputi
pendidikan dasar yang terdiri dari aqidah, ubudiyah dan akhlaq. Kemudian
pendidikan pengembenganm yaitu ilmu yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-
hari, dan pendidikan keterampilan. Da’wah dan tarbiyah (pendidikan) tidak ada
artinya kalau tidak ada teladan dari orang tua. Sebab orang tua adalah cermin
bagi anak- anaknya, yang kemudian akan direkam dan dipraktekkan dalam kehidupan
sehari- hari.
Apabila
Allah SWT sebagaimana QS An- Nisa: 9 menghimbau agar jangan meninggalkan
keturunan yang lemah, jangan diartikan fisikal saja tetapi mengandung arti yang
luas, termasuk psichis. Jangan sampai kita meninggalkan keturunan yang lemah;
Lemah fisiknya, lemah mentalnya, lemah imannya dan lemah ilmunya. Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW menegaskan: “Orang mu’min yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah.”
Mari kita galakan gerakan imunisasi dan
imanisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar