Peringatan Maulid Nabi SAW;
MENELADANI AKHLAQ NABI SAW
Sesungguhnya
Rasulullah itu menjadi contoh teladan baik bagi kamu dan bagi
orang- orang
yang mengharapkan menemui Allah dan hari kemudian dan
mengingat Allah
sebanyak- banyaknya. (QS. Al- Ahzab: 21)‘
Peringatan
maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk ceremonial (perayaan/ upacara) yang
telah menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Sebagai pengetahuan, kita perlu mengetahui tentang masalah tersebut, agar tidak
terjerumus kepada taqlid buta atau bid’ah dhalalah.
Landasan Hukum Peringatan Maulid Nabi SAW
Jika kita
mencari ayat- ayat Al- Qur’an atau hadits- hadits Nabi SAW yang berkaitan
dengan peringatan maulid Nabi SAW, maka kita tidak akan menemukannya. Apabila
ada yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW landasannya adalah hadits
Nabi SAW, maka hadits tersebut adalah maudhu (palsu). Dengan demikian maka
tidak ada dalil yang memerintahkannya dan tidak ada pula dalil yang
melarangnya. Apabila suatu perbuatan tidak ada perintah dan tidak ada
larangannya, maka hukumnya BOLEH.
Jika peringatan
maulid Nabi SAW didudukkan sebagai suatu perayaan, maka hukumnya boleh. Apabila
diisi dengan berbagai aktifitas/ acara yang positif, maka nilainya adalah
berpahala. Demikian halnya apabila secara langsung mendudukan peringatan maulid
Nabi SAW sebagai bagian dari ibadah, maka memperingati maulid Nabi SAW adalah
perbuatan bid’ah, sebab hal ini tidak mempunyai dasar. Semua bentuk
ibadah itu dilarang, kecuali yang diperintahkan atasnya.
Sejarah
Peringatan Maulid Nabi SAW
Pada masa Nabi
SAW dan masa shahabat tidak dikenal adanya tradisi ulang tahun hari kelahiran,
termasuk ulang tahun kelahiran Nabi SAW. Menurut pendapat para pakar sejarah,
peringatan Maulid Nabi SAW bermula dari ide Shalahuddin Al- Ayubi pada saat
berkecamuknya Perang Salib. Perang Salib berlangsung lk. 200 tahun, yaitu tahun
489- 666 H/ 1096- 1273 M antara umat Islam dan kaum salib dengan alasan membela
agama. Tetapi akhirnya menjadi ajang perampokan dan pembantaian dari kaum salib
(kristen) yang sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Dalam perang
yang amat keras itu muncul seorang ksatria bernama Salahuddin Al- Ayubi (lahir
tahun 1138). Pada saat itu umat Islam mulai mengalami keputus asaan, karena
panjangnya peperangan. Shalahuddin yang amat bijak itu tahu benar kondisi umat
Islam, dan berupaya membangkitkan semangat dengan cara memperingati Maulid Nabi
SAW. Dalam peringatan tersebut diuraikan tentang perjuangan dan pengorbanan
Nabi SAW dalam membela dan menegakan kebenaran serta keadilan. Juga Shalahudin
mengadakan lomba membuat sya’ir yang berisikan kepribadian dan perjuangan Nabi
SAW. Berkat upaya Shalahuddin yang gigih itu, umat Islam semakin bangkit
semangat jihadnya, sampai pada akhirnya Perang Salib yang panjang itu berahir
dan dimenangkan oleh umat Islam.
Motivasi
Memperingatan Maulid Nabi SAW.
Motivasi
memperingati maulid Nabi SAW adalah karena ia adalah seorang utusan Allah. Ia
adalah seorang insan kamil (manusia yang sempurna), manusia yang taat
menjalankan perintah Tuhannya, terpuji dalam ucapan dan tutur katanya.
وانك لعلى
خلق
عظيم
“Dan dalam dirimu (Muhammad) terdapat akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam:
4)
Tentang
pribadinya yang agung, semua orang Islam sudah mafhum, bahkan orang- orang di
luar Islam pun kalau mau melihat secara obyektif mengakuinya akan hal ini. Misalnya
Michael Hart dalam bukunya The 100 ranking of the most influental person in
history (100 ranking tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah) menempatkan
Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh dunia ranking 1 (satu), nomor 2 Izzac Newton
dan ke 3 Yesus Kristus. Orientalis barat Arthur G.Lemard dalam bukunya Islam
Her Moral and Spirituan Value mengatakan: “Jiwa Islam adalah ruh Muhammad.
Walaupun jasadnya telah tiada, tapi ruhnya masih berkata- kata melalui berjuta-
juta lidah umat manusia. Di tangannya tergenggam jantung yang dapat
menggoncangkan dunia.” JB. Saint Hilarc dalam bukunya Imperial History
mengatakan: “Saya tidak bisa berpendapat lain; Muhammad adalah tokoh yang
paling besar dalam sejarah manusia yang pernah hidup di muka bumi. Tidak pernah
orang menyelesaikan revolusi besar dan kekal di dunia selain Muhammad. Ia
seorang filosof, orator, pembawa hukum, pejuang dan penakluk idea, pembawa
dogma rasional dari suatu agama.”
Keistimewaan
seperti yang digambarkan di atas telah mendorong umat Islam untuk selalu
mengingat dan memperingatinya.
Tujuan
Memperingati Maulid Nabi SAW
Yang paling
utama tujuan memperingati kelahiran Nabi SAW adalah untuk menyadarkan kita agar
selalu meneladani/ mencontoh perilaku
Rasulullah SAW. Sebab ia adalah suri tauladan yang paling baik.
لقدكان لكم فى
رسول
الله اسوة حسنة
“Sesungguhnya bagimu di dalam diri Rasulullah terdapat suri
tauladan yang baik.” (QS. Al- Ahzab: 21).
Nabi Muhammad
SAW menjadi tauladan bagi siapapun, sebab semua perilakunya adalah baik dan
sempurna. Hal ini telah mendapat jaminan dari Allah SWT sebagaimana QS. Al-
Qalam: 4 di atas. Tentang kepribadiannya yang agung itu sebagian kecil
sebagaimana digambarkan di bawah.
Contoh Keteladanan Nabi SAW
Nabi SAW contoh yang baik
لَقَدْكَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ
اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ...
وَاِنَكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
كَانَ خُلُقُهُ اَلْقُرْاَنُ
Siapa yang hendak mencontoh Nabi SAW,
maka praktekkan Al-Qur’an
Aisyah ummul mu’minin ditanya: “Seperti apakah akhlaq Nabi SAW?” Ia
menjawab: “Kana khuluquhu Al-Qur’an, Akhlaq Beliau itu adalah
Al-Qura’an”. Yang dimaksud dengan akhlaq Al-Qur’an adalah, bahwa Rasulullah SAW
itu selalu berpegang pada adab, perintah, larangan dan ketentuan- ketentuan
yang terkandung dalam Al-Qur’an. Jadi pribadi dan sepak terjang Rasulullah SAW
adalah manifestasi dan realisasi dari ajaran- ajaran Al- Qur’an.
Berikut ini sebagian kecil contoh akhlaq Nabi SAW.
Ali bin Abi Thalib berkata: “Muhammad adalah
orang yang paling lapang dada, paling benar lidah, paling lembut perangainya
dan paling mulia dalam pergaulannya. Ia tidak pernah menyusahkan anggota
rumahnya dalam soal makan dan minum dan soal yang lainnya. Pada waktu lapar ia
bertanya: ‘Adakah makanan pada kamu ?’ Kalau ada ia makan dan kalau tidak ada
ia diam, atau bahkan berpuasa. Ia tiak makan sebelum lapar dan kalau makan ia
berhenti sebelum kenyang.”
Ia suka memerah susu kambingnya dengan
tangannya sendiri, ia tambal
sendiri
pakaian atau kasutnya yang koyak dan rusak, ia urus sendiri keperluan
dirinya, ia menyapu rumahnya, ia tidak pernah terlihat diam percuma di rumahnya
Anas bin Malik berkata: “Saya menjadi pelayan
Rasulullah SAW selama 10 tahun, dan selama itu saya tidak pernah mendengar
ucapan ‘ah’ kepadaku. Ia tidak pernah membentak, mengatakan:
‘Mengapa kau berbuat demikian, mengapa kau tidak berbuat begini, dsb.”
‘Aisyah ummul mu’minin mengatakan: “Rasulullah itu
di dalam rumah tangganya adalah seorang manusia yang paling lemah lembut,
selalu menebarkan senyuman.” Abdullah bin Harits berkata: “Saya belum pernah
melihat orang yang lebih banyak senyumannya dari pada Rasulullah SAW.” Ia suka
bergurau dengan sahabat- sahabatnya dengan cara yang sopan dan pantas, dan ia
panggil sahabat- sahabanya dengan sebaik- baik nama. Ia pun suka bergurau
dengan anak- anak, ia dukung mereka, ia peluk mereka dan ia cium mereka. Ia
sangat mencintai cucu- cucunya, bahkan saat shalat ia sering ditaiki
punggungnya oleh cucu- cucunya itu.
Tidak pernah ia ucapkan perkataan yang rendah
atau keji, demikian juga celaan, makian atau hinaan. Ia berbicara kepada seseorang
menurut kadar kemampuan akal yang diajak bicara. Ia terima dengan sabar
kekasaran orang dalam berbicara atau dalam mengajukan pertanyaan- pertanyaan.
Tidak pernah ia putuskan pembicaraan orang lain yang sedang berkata- kata.
Tidak pernah berkata yang tidak ada manfaatnya (sia- sia). Seringkali kejahatan
orang ia balas dengan kebaikan dan do’a, ia maafkan orang yang berlaku aniaya
kepadanya dan ia hubungkan tali shilaturrahim dengan orang yang memutuskannya.
Tidak pernah ia memukul orang lain kecuali dalam peperangan.
Ia selalu memulai memberi salam atau jabat
tangan setiap kali bertemu shahabat- sahabanya. Kalau berjabat tangan dengan
seseorang, ia tidak segera menariknya sebelum orang yang dijabat menarik
tangannya.
Pada waktu datang utusan Raja Najasi, ia
sendiri yang melayani tamu- tamunya. Para sahabat meminta agar merekalah yang
melayaninya, tetapi ia menjawab: “Mereka pernah memuliakan sahabat- sahabatku
waktu berhijrah ke sana, maka sekarang aku hendak membalas budi mereka.”
Ia muliakan orang yang datang bertamu ke
rumahnya, dan sering kali ia bentangkan kain selendangnya atau memberikan
bantal untuk alas duduk tamunya. Kalau didengarnya ada tamu datang, padahal ia
sedang shalat, maka ia percepat shalatnya untuk segera menemui tamunya, dan sesudah
melayani tamunya ia kembali menunaikan shalat.
Kalau ada seseorang yang minta pertolongan
materi, padahal pada saat itu ia tidak punya apa- apa, ia sering supaya orang
itu mau berhutang kepada orang lain atas tanggungan Rasulullah.
Ia suka mendatangi shahabat- shahabatnya yang
sakit, sekalipun di tempat yang jauh di luar kota Madinah. Sa’ad bin Abi Waqas
menerangkan: “Aku pernah sakit, Rasulullah lalu datang ta’ziyah ke rumahku. Ia
letakkan tangannya di dahiku, ia sapu dadaku dan perutku sambil mendo’akan
kesembuhanku.”
Kalau berjumpa jenazah, meskipun jenazah orang kafir, ia
berdiri, lalu turut mengantarkan atau tetap berdiri sampai jenazah itu lewat.
Ia suka memenuhi undangan, tidak saja undangan
orang kaya tetapi juga undangan orang miskin. Ia selalu menjawab panggilan
siapa saja dengan perkataan yang amat sopan: Labbaik !
Ia selalu adil dalam segala hal, walaupun
terhadap musuhnya sendiri. Dengan tegas ia mengatakan: “Seandainya anakku
Fatimah mencuri, akan saya potong tangganya.”
Keadilan ia tegakkan dalam rumah tangganya. Ia bagi
belanjanya dengan rata kepada isteri- isterinya, sebagaimana juga ia membagi
giliran kepada mereka dengan adil. Kalau melewati rumah isterinya yang di luar
gilirannya, ia tidak mau masuk, tetapi cukup memberi salam dari luar dan
bertanya tentang kabar keselamatannya. Kalau akan pergi jauh, ia undi diantara
isteri- isterinya, siapa yang menang undian dialah yang menyertai perjalanan
Rasulullah
Dalam hal ibadah dapat digambarkan sebagai berikut:
-
Tidak ada
yang dapat menandingi ketaatan Rasul SAW dalam beribadah. Sepanjang hayatnya
diisi dengan ibadah kepada Allah SWT.
-
Shalat
selalu di awal waktu dan berjama’ah
-
Bila
shalat malam sampai kakinya bengkak.
-
Selalu
istighfar, tidak kurang seratus kali istighfar setiap hari, padahal sudah
dijamin masuk syurga.
-
Nabi SAW
adalah manusia yang paling dekat dengan Allah SWT, sehingga antara dia dengan
Allah SWT tidak ada lagi penghijab.
A.Jamil BA (pakar sejarah) mengatakan, akhlaq Nabi SAW antara
lain sebagai berikut:
- Sebelum menjadi Rasul dikenal mempunyai sifat
“Al-Amin” (terpercaya)
- Setelah jadi rasul mempunyai sifat; shiddiq
(benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan), fathanah (cerdas)
- Tampak selalu berfikir
- Berbicara kalau memang diperlukan. (tidak
pendiam tetapi juga tidak banyak bicara yang tidak perlu)
- Banyak bersyukur
- Pembela kebenaran dan keadilan
- Tidak suka marah yang bukan pada tempatnya.
- Pemaaf terhadap siapapun (tidak suka dendam)
- Pemurah dan penyayang terhadap sesama terutama
terhadap anak- anak.
- Tempat tidurnya sangat sederhana, kadang-
kadang dia atas tikar kulit, tanah, pasir atau rumput.
- Kalau tidur miring ke kanan menghadap kiblat.
- Makanan beliau apa adanya dan halal, tidak
memberatkan bagi yang melayaninya.
- Makan sambil duduk, menggunakan tiga jari
kanan, sesudah makan terus menghirup bekas makanan yang berada di tiga jarinya.
- Sebelum dan sesudah makan/ minum membaca do’a.
- Gemar mengenakan kemeja panjang/ jubah
- Warna yang digemari; putih, merah dan hijau
- Gemar memakai minyak wangi.
- Dan lain- lain. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar