Kajian Akhlaq
MEMUPUK RASA MALU
Nabi SAW bersabda (artinya):
“Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla
apabila hendak membinasakan seorang hamba, maka dihilangkan-Nya dari hamba
tersebut sifat malu. Jika sifat malu sudah tanggal, maka yang tinggal ialah
sifat benci membenci. Apabila yang tinggal hanya sifat benci membenci, maka
yang tinggal ialah sifat khianat menghianati. Apabila yang tinggal hanya sifat
khianat mengkhianati,
maka tanggal pulalah dari padanya
rahmat Allah. Jika rahmat Allah sudah tanggal, maka yang tinggal hanyalah
laknat. Kalau yang tinggal hanya laknat saja, maka runtuhlah sama sekali asas-
asas ke- Islam- annya.”
(Hadits
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar)
Malu Bagian Dari Iman
Malu termasuk kelompok akhlaq
yang terpuji. Yang dimaksdu dengan malu di sini adalah rasa malu berbuat
maksiyat dan munkarat, rasa malu melakukan kejahatan. Hilangnya sifat malu
bukan saja membawa efek yang buruk dipandang dari sudut rohaniah, tetapi
membawa pengaruh yang membahayakan pula bagi masyarakat. Pengaruhnya mempunyai
mata rantai yang panjang yang saling sambung menyambung sebagaimana hadits di
atas. Bahkan antara malu dan iman sangat erat kaitannya. Rasulullah SAW
bersabda.
اَلحْيَاَءُ وَالاِْيمْاَنُ قُرَنَاءُ
جمَِيْعًافَاِذَارُفِعَ اَحَدُهُمَارُفِعَ الْاَخَرَ. (رواه الحاكم)
“Malu dan
iman itu adalah satu rumpun. Apabila terangkat (runtuh) yang satu, maka runtuh
pulalah yang lainnya.” (HR. Al- Hakim).
Di dalam
hadits lain Nabi SAW menegaskan:
اَلْحَيَاءُ
مِنَ اْلِاْيَمَانِ وَاْلِاْيَمانُ فِى الْجَنَّةِ
“Malu itu
bagian daripada iman dan iman itu berada di dalam surga”
Tiap
orang sebetulnya punya rasa malu, entah besar atau kecil, yang merupakan
kekuatan preventif di dalam dirinya dari perbuatan- perbuatan buruk, yang dapat
menjatuhkan martabatnya ke tempat yang hina. Tetapi karena sebab yang bermacam-
macam, rasa malu itu dapat luntur dan pudar sedikit demi sedikit, bahkan bisa
lenyap. Kalau sifat malu sudah lenyap, maka tidak dapat diharapkan dari orang
tersebut akan mendatangkan kebaikan, baik untuk dirinya apalagi untuk orang
lain. Ibarat kendaraan, remnya sudah los/ blong tidak berfungsi lagi, maka
kendaraan pun akan menabrak dan hancur. Karena itu dikatakan oleh Nabi SAW:
اِذَالَمْ
تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَاشِئْتَ
“Apabila kamu tidak lagi malu, maka berbuatlah sesuka
hatimu.”
Artinya terserah kamu, mau
melakukan apapun, kamu sudah tidak lagi ada artinya bagi kehidupan kamu.
Jadi kalau malu masih ada
tandanya iman masih ada. Demikian sebaliknya, kala malu sudah lenyap maka
berarti iman pun lenyap. Kalau iman
sudah lenyap, terserah apa saja yang kamu mau perbuat, semuanya tak ada
artinya. Dalam suatu hadits ditegaskan, bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang
sangat pemalu, melebihi pemalunya gadis pingitan.
Ahli
tasawwuf membagi sifat malu kepada tiga macam, yaitu:
1. Malu kepada Allah, ialah menghindarkan diri untuk tidak
melakukan perbuatan maksiyat dan munkarat. Inilah malu yang sejati.
2. Malu kepada manusia, ialah tidak mau menyinggung perasaan orang
lain dan tidak mau berbuat buruk kepada manusia.
3. Malu kepada diri sendiri, ialah takut apabila dirinya kena noda,
bercacat, rendah, hina dan lain- lain.
Akibat Hilangnya Rasa Malu
Saat ini manusia sudah semakin
kehilangan rasa malu berbuat maksiyat. Kejahatan, prostitusi/ pelacuran,
penipuan terjadi di mana- mana Semakin
banyak manusia (para artis khususnya) tidak lagi merasa malu membuka aibnya
sendiri. Bahkan merasa bangga melakukan maksiyat, dalam rangka mendongkrak
popularitasnya. Demikian pula banyak
para terdakwa koruptor, masih mengumbar senyuman, tak terlihat ada penyesalan,
bahkan berupaya menutupi kejahatannya dengan cara berdusta. Karenanya pantaslah
kalau negeri Indonesia
ini adalah negeri yang (mungkin) akan dihancurkan oleh Allah, terbukti dengan
semakin banyaknya musibah yang menimpa kita. Akankah negeri kita ini seperti
negri Saba
yang diluluh lantakkan oleh Allah karena kufur ni’mat yang
dikaruniakan Allah SWT ? Naudzu billahi min dzalik.
Maka apabila suatu masyarakat,
apalagi kalau para pemimpinnya sudah kehilangan sifat malu, pertanda akan
datangnya kehancuran bangsa dan negaranya. Banyak contoh dalam sejarah, umat
yang dihancurkan oleh Allah karena hilangnya sifat malu. Misalnya nasib umat
nabi Luth yang dihancurkan oleh Allah SWT karena tidak malu melakukan perbuatan
maksiyat, yaitu mesum sesama laki- laki (homo sexual).
Diriwayatkan
oleh Umar bin Khattab, bahwasanya ia masuk ke dalam rumah nabi SAW,lalu
mendapatkan beliau sedang menangis. Kemudian Umar bertanya: “Wahai Rasulullah,
apakah yang menyebabkan Engkau menangis ?” Beliau bersabda:
اَخْبَرَنِيْ
جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ اَنَّ اللهَ تعالى يَسْتَحِىْ مِنْ عَبْدٍ
يَشِيْبُ فِى الْاِسْلاَمِ اَنْ يُعَذِّبَهُ اَفَلاَ يَسْتَحِىْ الشَّيْخُ مِنَ
اللهِ اَنْ يَذْنَبَ بَعْدَ مَا شَابَ فِى اْلِاسْلاَمِ
“ Jibril AS
memberitahukan kepadaku bahwasanya Allah SWT malu untuk menyiksa seseorang yang
beruban (sudah tua) dalam Islam. Akan tetapi kenapa orang yang sudah tua itu
tidak malu kepada Allah melakukan perbuatan dosa sesudah ia beruban dalam
Islam”
Manifestasi Malu
Manifestasi adanya rasa malu
adalah menjaga anggota tubuh dari perbuatan- perbuatan maksiyat.
Rasulullah SAW bersabda
عن
ابن مسعود قال: قل سول الله صلعم: اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ تعال حَقَّ الْحَيَاءِ فَقَالُوْا اِنَّا نَسْتَحِىْ مِنَ اللهِ
والحمدلله قال لَيْسَ ذَلِكَ وَلَكِنْ مَنْ اِسْتَحَى من الله حَقَّ الْحَيَاءِ
فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى
وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ اَرَادَالْاَخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اِسْتَحَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاِء
Dari Ibnu Mas’ud, Nabi SAW
bersabda: “Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar- benarnya malu. Para
sahabat berkata; kami sudah malu kepada Allah, dan segala puji bagi Allah. Nabi
SAW bersabda: Bukan sekedar demikian, tetapi siapa yang malu kepada Allah
dengan sebenar- benarnya malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan anggota
tubuh yang berada di kepala (mata, hidung, telinga dan mulut), perut dan yang
berada di rongga dada, dan hendaklah ia mengingat mati dan kerusakan. Dan
barang siapa yang menginginkan akhirat, maka harus meninggalkan kesenangan
kehidupan dunia. Maka barang siapa yang telah mengerjakan yang demikian itu,
niscaya ia telah benar- benar malu kepada Allah dengan sebenar- benarnya malu.”
(HR. Al- Hakim dari Ibnu Mas’ud).
Menutupi
aurat sendiri dan upaya menghindari pandangan mata dari melihat aurat lawan
jenis adalah bagian yang sangat khusus yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW
dalam kaitannya dengan memupuk rasa malu.
Bahz bin
Hakim meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata: “Ya Rasulallah,
apakah yang harus kami perbuat terhadap aurat dan apa yang harus kami jauhi ?”
Nabi SAW menjawab: “Jagalah auratmu kecuali terhadap isterimu atau budak yang
kamu miliki” Saya bertanya: “Ya rasulallah, bagaimana bila salah seorang
diantara kami berada dalam tempat yang sunyi ?” Beliau menjawab: “Allah lebih
berhak bila seseorang merasa malu kepada-Nya.”
Diriwayatkan
dari nabi Isa AS dimana beliau bersabda: “Jauhilah
melihat, karena melihat itu menanamkan syahwat di dalam hati, dan cukuplah
melihat itu sebagai fitnah bagi orang yang melihat”
Istiqamah Memupuk Malu
Istiqamah akan dapat memupuk rasa
malu dan ahirnya melahirkan ketaqwaan, yaitu menyadari bahwa manusia itu
diciptakan oleh Allah SWT semata- mata untuk beribadah kepada-Nya. Yakin baha
apa yang diberikan dan digariskan Allah SWT, itulah yang terbaik.
Istiqamah artinya lurus dalam
kebaikan dan teguh pendirian, tidak plin plan. Orang yang istiqamah itu
bagaikan gunung; Tidak akan mencair karena panas, tidak akan membeku karena
dingin, tidak akan bergerak karena angin kencang dan tidak akan berpindah
karena banjir besar.
Ada tiga tanda orang yang
istiqamah:
1. Senantiasa taat beribadah kepada Allah SWT meskipun orang- orang
di sekelilingnya melakukan perbuatan dosa/ maksiyat
2. Apabila ada orang yang
mengajak berbuat maksiyat ia berani menolaknya dan mengatakan bahwa yang
demikian itu tidak benar dan dimurkai Allah
3. Hawa nafsunya tidak
menghalangi dirinya untuk mengerjakan perintah Allah SWT
4. Seluruh yang dimilikinya
hanya digunakan untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Drs.H.Djedjen Zainuuddin
HP. 0817732580
Tidak ada komentar:
Posting Komentar