Rabu, 20 November 2013

MENAHAN MARAH


Kajian Akhlaq;
MENAHAN MARAH
Tersenyumlah!... Senyum Itu Adalah Shadaqah



Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran: 133- 134)

            Marah adalah suatu sifat atau keadaan kejiwaan seseorang yang membenci orang lain atau sesuatu secara berlebihan yang dimanifestasikan dalam bentuk ucapan atau perbuatan yang tercela.
            Menurut Imam Al- Ghazali marah itu diciptakan Allah SWT dari api, ditanamkan ke dalam diri manusia. Ia akan bangkit menyala karena sebab- sebab tertentu, menggejolak, menggelegak darah di jantung ke bagian atas bagaikan naiknya air yang mendidih di dalam periuk. Tenaga marah bertempat di jantung, mempunyai kecenderungan menghindarkan diri dari bahaya sebelum bahaya itu datang, dan melampiaskan sakit hati atau balas dendam setelah bahaya itu datang mengenai diri manusia. Kalau pembalasan dapat dilaksanakan, maka gelora amarah dapat menjadi tenang. Maka menahan marah itu adalah perbuatan yang sangat berat, kecuali orang- orang yang hatinya kuat. Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ اِنَّمَاالشَّدِيْدُ اَلَّذِىْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَالْغَضَبِ. رواه البخارى ومسلم
“Bukanlah orang kuat orang yang ahli gulat, tetapi orang kuat itu ialah orang yang mampu menguasai dirinya ketika ia marah.” (HR. Bukhari Muslim)
            Namun sikap marah ada yang positif, yaitu bila kita marah secara proporsional terhadap perbuatan keji dan munkar. Marah dalam arti sangat tidak suka terhadap perbuatan- perbuatan tersebut, sehingga berusaha untuk menghindari, mencegah dan memperbaikinya dengan jalan yang baik dan benar.

Bahaya Marah
            Orang yang marah jiwanya labil, tidak mampu mengendalikan diri dari perbuatan- perbuatan jahat, di dadanya bagaikan ada api yang sedang membakar dirinya. Karenanya orang yang sedang marah biasanya matanya memerah, jantungnya berdetak cepat, giginya berkerut- kerut, mulutnya mengucapkan kata- kata yang kotor, busuk dan melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Pertengkaran, perkelahian bahkan pembunuhan pada umumnya disebabkan oleh sifat marah yang sudah tidak dapat dikendalikan
Maka, Islam sangat mengecam perbuatan marah, dan marah dapat merusak keimanan. Di depan Mu’awiyah Rasulullah SAW bersabda:
يَامُعَاوِيَةُ اِيَّاكَ وَالْغَضَبَ فَاِنَّ الْغَضَبَ يُفْسِدُ الْاِيْمَانَ كَمَايُفْسِدُ الصَّبِرُالْعَسَلَ
“Wahai Mu’awiyah, jauhilah sifat marah, karena marah itu dapat merusak iman sebagaimana jadam dapat merusak madu.” (HR. Al- Baihaqi dan Ibnu Asaakir).
            Wahb bin Munabah berkata: “Ada seorang rahib beribadah dalam biaranya, maka datang syaitan untuk mengganggu dan menyesatkannya, tetapi tidak dapat digoda. Maka syaitan memanggilnya supaya rahib membukakan pintu, tetapi rahib tetap ibadah dan syetan berkata: Bila aku pergi engkau pasti menyesal, tetapi rahib tetap diam beribadah. Syetan berkata: Aku ini adalah Almasih. Rahib berkata: Jika engkau benar- benar Almasih, lalu apa  yang harus kuperbuat kepadamu ? Bukankah engkau telah menyuruhku untuk beribadah, dan engkau berjanji akan bertemu pada hari qiyamat nanti ? Karenanya bila sekarang engkau datang dengan membawa ajaran yang baru, aku tidak dapat menerimanya. Lalu syetan mengaku: Aku ini sebenarnya syetan, datang untuk menyesatkanmu, tetapi engkau tetap teguh. Karenanya bertanyalah kepadaku tentang sesuatu, niscaya aku beritahu. Rahib bertanya: Sifat apakah dari Anak Adam yang mudah engkau permainkan ? Jawab Syetan: Sifat pemarah, karena bila seseorang itu dalam keadaan marah, maka aku mudah mempermainkannya bagaikan anak- anak mempermainkan bola.”
            Diriwayatkan, ada seseorang sahabat karena terdorong sifat marah, menyebabkan ia murtad (keluar dari Islam), sehingga mati dalam keadaan kafir. Sedemikian bahayanya marah, sehingga dapat mendorong seseorang berbuat kebinasaan tanpa disadarinya. Na’udzu billah min dzalik.

Keutamaan Menahan Marah
            Nabi SAW bersabda
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلىَ اِنْفَاذِهِ مَلَأَ اللهُ قَلْبَهُ أَمْنًا وَاِيْمَانًا. رواه ابوداود
            “Siapa yang dapat menahan marahnya, padahal ia kuasa untuk melampiaskannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan iman dan rasa aman/ ketenangan” (HR. Abu Daud)
            Ibnu Asakir meriwayatkan: Nabi SAW bersabda:
وَجَبَتْ مَحَبَّةُ اللهِ عَلىَ مَنْ اُغْضِبَ فَحَلِمَ
            “Pasti mendapat kasih sayang Allah orang yang mengalami sesuatu yang memarahkannya tetapi ia tetap sabar (tidak marah)”
Pernah seseorang bertanya kepada Nabi SA: “Apakah hal yang paling dahsyat ?” Jawab Beliau: “Kemarahan Allah” Bertanya lagi: “Apakah yang dapat menjauhkan aku dari kemarahan Allah ?”. Nabi SAW menjawab: “Janganlah engkau marah”     
Menahan marah adalah salah satu dari ciri- ciri orang yang bertaqwa. Orang yang mampu menahan marah oleh Allah SWT akan diberikan ampunan dan syurga yang luasnya seluas bumi dan langit. (lihat: QS. Ali Imran: 133- 134)

Cara Mengendalikan Marah
            Munculnya marah berasal dari syetan dan dapat dikendalikan atau dipadamkan dengan cara- cara sebagai berikut:
1.      Bila ada rasa marah di dalam hati, maka segeralah memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan syetan. Nabi SAW bersabda
لَوْ يَقُوْلُ اَحَدُكُمْ اِذَا غَضِبَ: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ذَهَبَ عَنْهُ غَيْظُهُ. رواه الطبرانى
“Andaikan seseorang yang marah itu berkata: A’udzu billahi minasysyaithanirrajim, niscaya hilanglah marahnya.” (HR. Ath-Thabarani)
2.      Segera berwudhu. Nabi SAW bersabda
اِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَالشَّيْطَانُ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَاِنَّمَا يُطْفَأُبِالْمَاءِ النَّارُ فَاِذَاغَضَبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ. رواه احمد وابو داود
“Sesungguhnya marah itu dari syetan, dan syetan diciptakan dari api, dan yang dapat memadamkan api hanyalah air, maka apabila seseorang dalam keadaan marah, hendaklah segera berwudhu” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3.      Bila hati sedang dikuasai marah, maka hendaklah mengubah posisi; Bila sedang berdiri maka segera duduk, dan bila dalam keadaan duduk segera berbaring. Dengan cara seperti ini maka sikap marah akan segera mereda. Jangan sebaliknya.


Drs. H. Djedjen Zainuddin

Pengajian Ahad Pagi
Majelis Ta’lim Nurul Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar