MERAIH HUSNUL
KHOTIMAH
Dambaan setiap manusia
ARTI
HUSNUL KHOTIMAH
Husnul Khotimah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua suku
kata, yaitu HUSNUN dan AL-KHOTIMAH. Husnun artinya bagus atau baik. Khotimah
artinya berakhir, penghabisan, kesudahan, tamat. Maka khusnul khotimah dapat
diartikan berakhir dengan baik. Jika dikaitkan dengan kata kematian, berarti
kematian yang berahir dengan baik.
Husnul khotimah termasuk sesuatu yang rahasia bagi manusia dan hanya
Allah yang tahu. Tentu, Allah-lah yang menentukan dan anusia hanya berharap
dengan melakukan hal-hal yang mendorong ke husnul khotimah.
LANGKAH- LANGKAH MENUJU KEMATIAN HUSNUL
KHOTIMAH
Untuk mengetahui apakah nanti kita akan masuk
surga atau tidak, tentu tidak ada jawaban pastinya. Namun Rasulullah saw
memberikan pedoman bagi umat Islam kitat cerdas mengelola waktu, sehingga bisa
mengenali tanda-tanda seorang Muslim mendapatkan surga. Satu tanda bahwa
seorang Muslim akan masuk surga ialah meninggal dalam keadaan khusnul
khotimah. Bisa dalam keadaan mendirikan sholat, dzikir,
menghadiri majlis ilmu, atau dalam kegiatan atau perjalanan yang diridhai Allah
dan rasul-Nya.
Dalam sejarahnya, tak satu pun manusia yang
bisa mengetahui apakah dirinya bisa mati dalam keadaan khusnul khotimah atau
su’ul khotimah. Hal ini tiada lain agar kita sebagai seorang Muslim,
benar-benar waspada dalam pemanfaatan waktu. Jangan sampai terlena oleh
gemerlap dunia, sehingga lupa akan akhirat dan kemudian mati dalam keadaan
su’ul khotimah.
Prioritaskan Amal Sholeh
Dalam sebuah hadis rasulullah saw bersabda,
اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang menahan hawa
nafsunya dan berbuat (amal sholeh) untuk (bekal) kehidupan setelah mati.”
(HR. Turmudzi).
Setiap
manusia akan menemui kematian Orang yang paling siap menghadapi kematian dengan
memperbanyak amal sholeh adalah orang
yang akan meraih kebahagiaan. Dan, siapa orang yang mempersiapkan dirinya
untuk meraih kebahagiaan tentu ia adalah orang yang paling beruntung. Oleh karena itu, al-Qur’an dalam sebuah ayat
memberikan satu kriteria lengkap dan jelas bahwa yang dimaksud orang yang
berakal (berilmu, cerdas) adalah ulul albab. Yaitu orang yang senantiasa
mengisi waktunya dengan dzikir dan fikir dalam segala keadaan agar
mendapat keridoan-Nya. (QS. Ali Imron: 190 –
191).
Apakah
kita termasuk orang yang cerdas atau tidak. Jika kita ingin cerdas, maka hendaklah
kita mencontoh perilaku para kekasih Allah (Nabi dan Rasul). Yaitu senantiasa
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, beramal sholeh, dan berorientasi
terhadap kehidupan akhirat. Langkah tersebut akan memberikan dampak positif
luar biasa, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, yang tidak
cerdas akan mengalami penyesalan luar biasa.
"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir
itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata:
"Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) . Maksudnya: orang-orang kafir di
waktu menghadapi sakratil maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar
mereka dapat beriman. Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku
tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka
dibangkitkan." (QS. Al-Mu’minun: 99 – 100).
Waspadai Akhir Yang Buruk
Bagaimana agar kita bisa meninggal dalam
keadaan khusnul khotimah? Tentu tidak ada jalan lain selain waspada dan
konsisten mengisi sisa umur yang kita miliki untuk kebaikan-kebaikan dunia
maupun akhirat. Dengan kata
lain kita tidak boleh santai menyikapi waktu yang kita miliki apalagi merasa
umur masih cukup panjang, sehingga suka meremehkan perbuatan dosa dan bangga
berbuat maksiat.
Anas ra, pernah bertutur, "Sesungguhnya,
kalian melakukan perbuatan-perbuatan yang menurut kalian lebih kecil dari
rambut. Padahal kami pada zaman rasulullah saw, sudah menganggapnya sebagai
dosa yang membinasakan (dosa besar)." (HR. Bukhari).
Sebagai upaya waspada kita
terhadap akhir yang buruk (su’ul khotimah) hendaknya setiap hari kita melakukan
evaluasi terhadap keyakinan kita. Apakah keyakinan yang ada di dalam hati ini
telah bersih dari titik-titik keraguan. Jika masih ada keraguan segeralah
membersihkannya.
Maka, mulai
sekarang marilah biasakan diri untuk memperkuat iman, meneguhkan hati untuk
konsisten/ istiqamah beramal
sholeh, dan waspada untuk tidak berbuat dosa. Sebab kita tidak pernah tahu
kapan ajal menemui kita.
Dengan cara itulah, insya Allah kita akan
tergolong manusia yang cerdas menurut nabi dan insya Allah akan meninggal dalam
keadaan khusnul khotimah dan mendapat keridoan-Nya,
TANDA- TANDA ORANG YANG MATI HUSNUL
KHOTIMAH RAIHLAH !
Meninggal dalam keadaan husnul khotimah adalah
rahasia Allah, tak seorang pun mengetahuinya. Bahkan Rasulullah pun tidak
memberikan secara pasti tanda- tanda orang yang mati husnul khotimah. Akan
tetapi dari beberapa keterangan dapat diambil pelajaran tentang orang yang
husnul khotimah. Antara lain
Pertama: mengucapkan
syahadat ketika hendak meninggal, dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallaahu
‘anhu, ia menyampaikan dari Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang akhir ucapannya adalah kalimat
‘La ilaaha illallah’ ia akan masuk surga.” (HR. Al-Hakim dan selainnya
dengan sanad yang hasan1)
Kedua: meninggal dengan keringat di dahi.
Buraidah ibnul Hushaib Radhiyallaahu ‘anhu
ketika berada di Khurasan menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Didapatkannya
saudaranya ini menjelang ajalnya dalam keadaan berkeringat di dahinya. Ia pun
berkata, “Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
مَوْتُ الْمُؤْمِنِ بِعَرَقِ الْجَبِيْنِ
“Meninggalnya seorang mukmin
dengan keringat di dahi.” (HR. Ahmad, An-Nasa`i, dll. Sanad An-Nasa`i shahih di
atas syarat Al-Bukhari)
Ketiga: meninggal pada malam atau siang hari Jum’at, dengan dalil hadits
Abdullah bin ‘Amr Radhiyallaahu ‘anhu, beliau menyebutkan sabda Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal
pada hari Jum’at atau malam Jum’at, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah
kubur.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi. Hadits ini memiliki syahid dari hadits Anas,
Jabir bin Abdillah g dan selain keduanya, maka hadits ini dengan seluruh
jalannya hasan atau shahih)
Keempat: syahid di medan perang. Allah
Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang
yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka
dengan mendapatkan rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah
yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka beriang hati terhadap orang-orang
yang masih tinggal di belakang mereka (yang masih berjihad di jalan Allah) yang
belum menyusul mereka. Ketahuilah tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak
pula mereka bersedih hati. Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia yang
besar dari Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman.” (Ali Imran: 169-171)
Dalam hal ini ada beberapa hadits:
1. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
لِلشَّهِيْدِ عِنْدَ اللهِ سِتُّ خِصَالٍ:
يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ، وَيُرَى مَقْعَدُهُ مِنَ
الْجَنَّةِ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَيَأْمَنُ الْفَزَعَ الْأَكْبَرَ،
وَيُحَلَّى حِلْيَةَ الْإِيْمَانِ، وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ، وَيُشَفَّعُ
فِي سَبْعِيْنَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ
“Bagi orang syahid di sisi
Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya
darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur,
aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman,
dinikahkan dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat
kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu
Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih)
2. Salah seorang sahabat Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengabarkan: Ada orang yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, kenapa kaum mukminin mendapatkan fitnah (ditanya) dalam kubur
mereka kecuali orang yang mati syahid?” Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:
كَفَى بِبَارَقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ
فِتْنَةً
“Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya
sebagai fitnah (ujian).” (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih)
Kelima: meninggal di jalan Allah Subhaanahu Wa
Ta’ala.
Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu menyampaikan
sabda Rasulullah n:
مَا تَعُدُّوْنَ الشَّهِيْدَ فِيْكُمْ؟
قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ.
قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيْلٌ. قَالُوْا: فَمَنْ هُمْ يَا
رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ, وَمَنْ
مَاتَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فيِ الطَّاعُوْنَ فَهُوَ
شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَالْغَرِيْقُ شَهِيْدٌ
“Siapa yang terhitung syahid
menurut anggapan kalian?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, siapa yang
terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.” Beliau menanggapi, “Kalau begitu,
syuhada dari kalangan umatku hanya sedikit.” “Bila demikian, siapakah mereka
yang dikatakan mati syahid, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Beliau
menjawab, “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang
meninggal di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit
tha’un2 maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia
syahid, dan siapa yang tenggelam ia syahid.” (HR. Muslim)
Keenam:
meninggal karena penyakit tha’un. Selain
disebutkan dalam hadits di atas juga ada hadits dari Anas bin Malik
Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
الطَّاعُوْنُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Tha’un adalah syahadah bagi
setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Aisyah Radhiyallaahu ‘anha pernah
bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang tha’un, maka
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepadanya:
إِنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلىَ
مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ، فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ
يَقَعُ الطَّاعُوْنُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَنْ
يُصِيبَهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ، إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ
الشَّهِيدِ
“Tha’un itu adalah adzab yang
Allah kirimkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Maka Allah jadikan tha’un itu
sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Siapa di antara hamba (muslim) yang terjadi
wabah tha’un di tempatnya berada lalu ia tetap tinggal di negerinya tersebut
dalam keadaan bersabar, dalam keadaan ia mengetahui tidak ada sesuatu yang
menimpanya melainkan karena Allah telah menetapkan baginya, maka orang seperti
ini tidak ada yang patut diterimanya kecuali mendapatkan semisal pahala
syahid.” (HR. Al-Bukhari)
Ketujuh:
meninggal karena penyakit perut, karena tenggelam, dan tertimpa reruntuhan, berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ وَالْمَبْطُوْنُ
وَالْغَرِقُ وَصاَحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit
tha’un, orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam,
orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan
Allah.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah z)
Kedelapan:
meninggalnya seorang ibu dengan anak yang masih dalam kandungannya, berdasarkan hadits Ubadah ibnush Shamit
Radhiyallaahu ‘anhu. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam menyebutkan beberapa syuhada dari umatnya di antaranya:
الْمَرْأَةُ يَقْتُلُهَا وَلَدُهَا جَمْعَاءَ
شَهَادَةٌ، يَجُرُّهَا وَلَدُهَا بِسَرَرِهِ إِلَى الْجَنَّةِ
“Wanita yang meninggal karena
anaknya yang masih dalam kandungannya adalah mati syahid, anaknya akan
menariknya dengan tali pusarnya ke surga.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan Ath-Thayalisi dan sanadnya shahih)
Kesembilan:
meninggal dalam keadaan berjaga-jaga (ribath) fi sabilillah.
Salman Al-Farisi Radhiyallaahu
‘anhu menyebutkan hadits Rasulullah n:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ
شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ
يَعْمَلُهُ، وَأًُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتّاَنَ
“Berjaga-jaga (di jalan Allah)
sehari dan semalam lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat sebulan. Bila
ia meninggal, amalnya yang biasa ia lakukan ketika masih hidup terus dianggap
berlangsung dan diberikan rizkinya serta aman dari fitnah (pertanyaan kubur).” (HR. Muslim)
Kesepuluh:
meninggal dalam keadaan beramal shalih.
Hudzaifah Radhiyallaahu ‘anhu
menyampaikan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ابْتِغَاءَ
وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ صَامَ يَوْمًا
ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ. وَمَنْ تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang mengucapkan La ilaaha
illallah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal
tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan
wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.
Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah Allah yang
ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)
Kesebelas:
meninggal karena mempertahankan hartanya yang ingin dirampas orang lain. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ
“Siapa yang terbunuh karena
mempertahankan hartanya maka ia syahid.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr c)
Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu
berkata: Datang seseorang kepada Rasulullah n, ia berkata, “Wahai Rasulullah,
apa pendapatmu bila datang seseorang ingin mengambil hartaku?” Beliau menjawab,
“Jangan engkau berikan hartamu.” Ia bertanya lagi, “Apa pendapatmu jika orang
itu menyerangku?” “Engkau melawannya,” jawab beliau. “Apa pendapatmu bila ia
berhasil membunuhku?” tanya orang itu lagi. Beliau menjawab, “Kalau begitu
engkau syahid.” “Apa pendapatmu jika aku yang membunuhnya?” tanya orang
tersebut. “Ia di neraka,” jawab beliau. (HR. Muslim)
Keduabelas:
meninggal karena membela agama dan mempertahankan jiwa/membela diri.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ،
وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دِيْنِهِ
فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ
“Siapa yang meninggal karena mempertahankan
hartanya maka ia syahid, siapa yang meninggal karena membela keluarganya maka
ia syahid, siapa yang meninggal karena membela agamanya maka ia syahid, dan
siapa yang meninggal karena mempertahankan darahnya maka ia syahid.” (HR.
Abu Dawud, An-Nasa`i, dan At Tirmidzi dari Sa’id bin Zaid Radhiyallaahu ‘anhu
dan sanadnya shahih)
Do’a
Agar Meninggal Husnul Khotimah
Banyak
do’a yang dipanjatkan oleh orang- orang muslim agar meninggal dalam husnul
khotimah. Namun do’a yang terbaik adalah do’a ma’tsur (do’a yang ada di dalam
Al-Qur’an atau yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW). Di bawah ini beberapa contoh do’a husnul khotimah:
“Ya Tuhan Kami,
Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu):
"Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya
Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami
kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak
berbakti. (QS. Ali Imran: 193)
"Ya Tuhan Kami, Limpahkanlah kesabaran kepada
Kami dan wafatkanlah Kami dalam Keadaan berserah diri (kepada-Mu)". ( QS. Al- A’raf: 126)
Rasulullah SAW bersabda
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ،
وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِيمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ فِيهِ.
“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku adalah umur yang
terakhirnya, sebaik-baik amalku adalah amal-amal penutupannya dan sebaik-baik
hariku adalah hari saat aku menghadap-Mu.” (HR. Ath-Thabarani dalam
Al-Mu’jam Al-Ausath. Al-Hafizh Nuruddin Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 10/158 no. 17267
menshahihkan sanadnya)
APABILA ANAK ADAM MENINGGAL
DUNIA, TERPUTUSLAH SEGALA AMALNYA KECUALI TIGA:
1.
SHADAQAH JARIYAH
2.
ILMU YANG BERMANFAAT
3.
ANAK SHALEH
YANG MENDO’AKAN ORANG TUANYA
Ciputat, 2013
Drs. H. Djedjen Zainuddin
Berbagi:
Bagi pembaca yang
berminat serius meningkatkan kompetensinya di bidang da’wah/ ceramah, kirimkan saja
alamat email Anda ke 0817732580. Insya allah saya kirimkan materi teknik
berceramah. Free
Tidak ada komentar:
Posting Komentar