KETELADANAN NABI
IBRAHIM AS
DALAM MENYAMBUT SERUAN ALLAH SWT
إِذْقَالَ لَهُ اَسْلِمْ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِ الْعَالَمِيْنَ
“Ingatlah, ketika Allah berkata kepada
Ibrahim: Tunduklah engkau ! Ibrahim menjawab:
Aku tunduk dan patuh kepada Tuhan semesta alam.” (QS.
Al-Baqarah: 131).
يَااَيُهَاالَذِيْنَ اَمَنُوْااسْتَجِيْبُوْاِللهِ وَلِلرَسُوْلِ اِذَادَعَاكُمْ لِمَايُحْيِيْكُمْ
“Wahai orang- orang yang beriman, penuhilah panggilan Allah dan
Rasul-Nya,
jika Ia
menyeru kamu kepada apa yang menghidupkanmu.” (QS A-Anfal: 24)
Pada saat kita merayakan Iedul Adha, maka kita
teringat kepada perjuangan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim AS beserta
keluarganya. Begitu hebat dan tuntasnya pengorbanan mereka, sehingga kepada
Ibrahim Allah memberikan gelar “Khalilullah”, kekasih Allah.
Sejarah besar yang dibuat Ibrahim bukanklah cerita
pengantar tidur, tetapi merupakan pelajaran sekaligus peringatan bagi orang-
orang yang memiliki mata hati. Bagi kita yang mengaku mu’min, sejarah
pengabdian yang dicontohkan Ibrahim dan keluarganya merupakan teladan bagaimana
seharusnya seorang hamba Allah menyambut panggilan dan tugas- tugas dari Allah
SWT.
Nabi Ibrahim tidak sekali saja diuji oleh Allah, tapi
berulang- ulang dan berkali kali. Sampai ahirnya ia diberi ujian yang amat berat,
yaitu diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, yaitu Ismail. Namun
setiap kali ujian datang, setiap kali cobaan datang, setiap itu pula Ibrahim
selalu lulus dalam ujian dari Allah. Pada saat ia diperintahkan untuk
menyembelih anaknya, ia segera melaksanakannya dengan penuh keyakinan. Namun
Allah tidak mungkin membiarkan hamba-Nya bersedih dan teraniaya, karenanya
Allah ganti dengan seekor kibas yang besar.
وفديناه بذ بح عظيم
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shoffat: 107)
Tak bisa dibayangkan, betapa beratnya ujian yang diterima
oleh Ibrahim itu. Tak ada orang tua yang tidak sayang kepada anaknya. Apalagi
Ismail adalah anak yang sangat didambakannya, karena sampai usia renta Ibrahim
belum juga dikaruniai anak. Namun Allah hanya menguji kepada Ibrahim seberapa
besar cintanya kepada anak jika dibandingkan
dengan cintanya kepada Allah.
Namun ternyata Ibrahim rela mengorbankan anaknya demi
perintah Allah, cintanya kepada Allah melebihi cintanya kepada anak, cintanya
kepada Allah ia tempatkan di atas segalanya. Karenanya atas keberhasilannya
dalam menunaikan perintah Allah, Allah SWT memuji Ibrahim:
وتركناعليه
فى الاخرين. سلم على ابراهيم كذلك نجزى المحسنين.
انه
من عبادناالمؤمنين.
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang- orang yang datang kemudian. (yaitu)
Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada
orang- orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba kami yang
beriman.” (QS. Ash- Shaffat: 108- 111)
Ibrahim sebagai cermin bagi kita. Panggilan Allah ia
tempatkan di atas segalanya. Bagaimanakah dengan kita. Apakah cinta kepada
Allah melebihi kepada yang lain seperti Ibrahim, atau malah sebaliknya ?
Hakikat diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi
kepada-Nya
وماخلقت
الجن والانس الاليعبدون
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Kita selalu iqrar di hadapan Allah dalam do’a iftitah
shalat:
ان
صلاتي ونسكي ومحياياومماتي لله رب العالمين
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku hanya karena Allah Tuhan pemelihara alam.”
Sudahkah kita realisasikan ikrar kita itu dalam kehidupan
sehari- hari ? Manifestasi cinta kepada Allah adalah menempatkan perintah/
panggilan Allah di atas segalanya. Kita
cinta kepada
pekerjaan, namun orang yang mencintai Allah di atas segalanya apabila
ada panggilan Allah untuk shalat misalnya, maka ia segera meninggalkan
pekerjaannya untuk kemudian menghadap Allah. Sedang nyenyak tidur di pagi hari,
lalu datang panggilan shalat Shubuh, maka orang yang benar- benar mencintai
Allah di atas segalanya ia akan segera menyingkirkan selimut- selimut hangat,
mengambil air wudlu dan menghadapkan wajah kepada Allah SWT. Bahkan kita pun
tidak munafiq bahwa kita sangat mencintai harta. Namun sebesar apapun cinta
kepada harta, orang yang menempatkan Allah di atas segalanya, maka ia akan
mengeluarkan/ menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Al- Qur’an telah
memperingatkan kepada kita:
لن تنال البرحتى تنفقوا مماتحبون
وماتنفقوامن شيء فان الله به عليم
“Kamu sekali- kali tidak sampai kepada
kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Sering kita berfikir- fikir berapa banyak uang yang akan
disumbangkan untuk kebajikan, sampai ahirnya menemukan uang recehan di saku,
dan itulah yang kemudian disumbangkan.
Kita tidak diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak
kita. Sebab Allah tahu, walaupun itu diperintahkan-Nya, kita hampir dipastikan
tidak akan menaati perintah-Nya. Bahkan mungkin kita akan mengeluh dan protes
kepada Allah: “Ya Allah, tidak adakah ujian lain selain kami harus menyembelih
anak-anak kami ?” atau kita akan menawar agar Allah memberikan ujian yang lebih
ringan daripada itu.
Sebenarnya, sebesar apapun pengorbanan yang kita berikan,
belum seberapa jika dibandingkan dengan ni’mat yang Allah berikan kepada kita.
Teramat banyak karunia yang Allah berikan kepada kita tapi terlalu kecil
pengorbanan di jalan Allah yang kita berikan. Kita termasuk manusia yang banyak
mengingkari ni’mat Allah SWT. Maka kita akan menyesal manakala Allah SWT
mencabut ni’mat yang Ia karuniakan kepada kita.
Orang- orang yang telah mampu menempatkan Allah di atas
segalanya, ia akan memperoleh lezatnya iman dan kehidupan yang bahagia baik di
dunia maupun di akhirat. Rasulullah SAW bersabda:
ثلاث
من كن فيه وجدحلاوة الايمان : ان يكون الله ورسوله احب اليه مماسواهماوان يحب
المرألايحبه الاالله وان يكره ان يعودفى الكفركمايكره ان يقذف فى النار. رواه
البخارى ومسلم
“Ada tiga perkara yang barangsiapa
sudah memiliki ketiganya, maka ia akan dapat merasakan lezatnya iman: Pertama apabila Allah dan
Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya.
Kedua, apabila seseorang mencintai orang lain dan tidaklah mencintainya kecuali
karena Allah. Ketiga apabila seseorang itu benci untuk kembali kepada kekufuran
sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari
Muslim)
Hidup ini adalah ujian, tidak ada pilihan hidup tanpa ujian. Ujian yang datang dari Allah itu
adalah untuk mengetahui sejauh mana iman dan prestasi amal kita. Sebagaimana
layaknya pelajar atau mahasiswa, suatu saat akan diuji. Entah itu yang bernama
EHB, ulangan, ujian semester, EBTA, EBTANAS dan lain- lain. Semuanya merupakan
bentuk ujian, dengan maksud agar diketahui sejauh mana prestasi hasil belajar.
Allah SWT berfirman:
الذى
خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم احسن عملاوهوالعزيزالغفور. الملك: 2
“(Dia Allah) yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalannya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al- Mulk: 2).
Maka Ibrahim telah memperlihatkan prestasi iman yang luar
biasa, karena selalu lulus dan lolos dalam berbagai ujian yang datang dari
Allah. Karenanya Allah SWT memuji kehebatan Ibrahim As, sebagaimana diungkapkan
dalam QS Ash-Shaffat 108- 111 di atas.
Kita sambut perintah Allah dengan iman yang kuat tanpa
ragu, tanpa bimbang, tapi sami’na waatha’na. Semoga Allah SWT melimpahkan
karunia-Nya kepada kita dan meneguhkan keimanan kita, amin.
Ciputat, 1992
Drs.H.Djedjen Zainuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar