Rabu, 20 November 2013

PERINGATAN MAULID NABI SAW


PERINGATAN MAULID NABI SAW

Peringatan maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk ceremonial (perayaan/ upacara) yang telah menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Jika kita mencari ayat- ayat Al- Qur’an yang berkaitan dengan peringatan maulid Nabi SAW, maka kita tidak akan menemukannya. Apabila ada yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi SAW landasannya adalah hadits Nabi SAW, itupun tidak benar, maka hadits tersebut adalah maudhu (palsu). Dengan demikian maka tidak ada dalil yang memerintahkannya dan tidak ada pula dalil yang melarangnya. Apabila suatu perbuatan tidak ada perintah dan tidak ada larangannya, maka hukumnya BOLEH.
Apabila secara langsung mendudukan peringatan maulid Nabi SAW sebagai bagian dari ibadah, maka memperingati maulid Nabi SAW adalah perbuatan bid’ah, sebab hal ini tidak mempunyai dasar. Semua bentuk ibadah itu dilarang, kecuali yang diperintahkan atasnya. Semua bentuk muamalah itu boleh, kecuali yang dilarang.
Jika peringatan maulid Nabi SAW didudukkan sebagai sebuah metode untuk mensyi’arkan agama Islam, untuk mengingat perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan kalimat Allah untuk kemudian kita ikuti sunnahnya maka hukumnya boleh. Apabila diisi dengan berbagai aktifitas/ kegiatan yang positif, maka nilainya adalah sangat baik dan berpahala di sisi Allah SWT.
Kita ini sering lupa, maka perlu diingatkan. Peringatan adalah usaha untuk mengingatkan yang lupa. Bahwa Muhammad bin Abdillah yang lahir di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah adalah Rasulullah. Ia  adalah insan kamil (manusia sempurna) yang harus diikuti sunnahnya, harus banyak membaca shalawat untuknya,  dan kita memohon kepada Allah agar ia memberikan syafa’at kepada kita di yaumil mahsyar nanti.
Motivasi memperingati maulid Nabi SAW adalah karena ia adalah seorang utusan Allah. Ia adalah seorang insan kamil (manusia yang sempurna), manusia yang taat menjalankan perintah Tuhannya, terpuji dalam ucapan dan perbuatannya. Allah SWT berfirman
وانك لعلى خلق عظيم
“Dan dalam dirimu (Muhammad) terdapat akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam: 4)
 “Sesungguhnya bagimu di dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi orang- orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari kemudian dan mengingat Allah sebanyak- banyaknya. (QS. Al- Ahzab: 21)‘
Nabi Muhammad SAW menjadi tauladan bagi siapapun, sebab semua perilakunya adalah baik dan sempurna. Hal ini telah mendapat jaminan dari Allah SWT sebagaimana ayat di atas. Tentang kepribadiannya yang agung. Siti ‘Aisyah ummul mu’minin pernah ditanya: “ Ya ‘Aisyah, seperti apakah akhlaq Nabi SAW?” Ia menjawab: “Kana khuluquhu Al-Qur’an, Akhlaq Beliau itu adalah Al-Qura’an”. Yang dimaksud dengan akhlaq Al-Qur’an adalah, bahwa Rasulullah SAW itu selalu berpegang pada adab, perintah, larangan dan ketentuan- ketentuan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Jadi pribadi dan sepak terjang Rasulullah SAW adalah manifestasi dan realisasi dari ajaran yang terkandung di dalam Al- Qur’an. Karenanya siapa yang hendak mencontoh Nabi SAW, maka praktekkanlah Al-Qur’an dalam kehidupan sehari- hari.
Ali bin Abi Thalib berkata: “Muhammad adalah orang yang paling lapang dada, paling benar lidah, paling lembut perangainya dan paling mulia dalam pergaulannya. Ia tidak pernah menyusahkan anggota rumahnya dalam soal makan dan minum dan soal yang lainnya. Pada waktu lapar ia bertanya: ‘Adakah makanan pada kamu ?’ Kalau ada ia makan dan kalau tidak ada ia diam, atau bahkan berpuasa. Ia tidak makan sebelum lapar dan kalau makan ia berhenti sebelum kenyang. Kita makan sebelum lapar dan tidak berhenti sebelumkenyang”
Ia suka memerah susu kambingnya dengan tangannya sendiri,  ia  tambal  sendiri pakaian atau kasutnya yang koyak dan rusak, ia urus sendiri keperluan dirinya, ia menyapu rumahnya, ia tidak pernah terlihat diam percuma di rumahnya
Anas bin Malik berkata: “Saya menjadi pelayan Rasulullah SAW selama 10 tahun, dan selama itu saya tidak pernah mendengar ucapan ‘ah’ kepadaku. Ia tidak pernah membentak, mengatakan: ‘Mengapa kau berbuat demikian, mengapa kau tidak berbuat begini, dsb.” Siti Aisyah ummul mu’minin mengatakan: “Rasulullah itu di dalam rumah tangganya adalah seorang manusia yang paling lemah lembut dan selalu menebarkan senyuman.”
Pada suatu hari Siti Aisyah berbicara kepada Abu Bakar Shiddiq: “Wahai ayahanda, semua sunnah Rasul rasanya  telah engkau laksanakan, tapi ada satu kebiasaan Rasul sewaktu beliau hidup yang belum engkau lakukan.” Abu Bakar pun terkejut dibuatnya: “Kebiasaan apakah wahai Aisyah ?”  Aisyah menjawab: “Pada saat Rasulullah hidup, ia selalu mendatangi seorang pengemis buta yang ada di sudut kota Madinah. Rasulullah memberikan roti bahkan menyuapinya, padahal pengemis tersebut beragama Yahudi dan setiap saat selalu menghina Rasulullah SAW dan menghasut masyarakat. Ke mana ia pergi ia selalu menyeru: “Wahai manusia, kalian jangan ikuti ajaran si Muhammad. Ia adalah seorang pendusta, ia adalah seorang penyihir. Jika kalian ikut dia maka kalian akan celaka.”
Maka Abu Bakar pun segera pergi mencari pengemis itu dengan membawa sekantong roti. Akhirnya pengemis itu ia temukan sedang duduk di sudut pinggir kota Madinah, ia pun segera menghampirinya:    “Wahai pengemis, saya adalah orang yang biasa datang kepadamu, karena itu bukalah mulutmu untuk aku suapi roti.” Lalu pengemis itu membukakan mulutnya dan memakan roti dari Abu Bakar. Tapi setelah ia menelan beberapa suapan roti, ia berkata kepada Abu Bakar: “Wahai tuan, tuan bukanlah orang yang biasa datang kepadaku.” Abu Bakar pun terkejut: “Wahai pengemis, dari mana engkau tahu bahwa aku bukan orang yang biasa datang kepadamu, padahal engkau tidak melihat aku ?” Pengemis menjawab: “Orang yang biasa datang kepadaku tangannya halus, bahkan kalau menyuapi roti padaku, aku tidak perlu lagi mengunyah dan langsung menelannya”. Dalam suatu riwayat dikatakan, bahwa sebelum Rasulullah menyuapi pengemis terlebih dahulu mencelupkan roti ke dalam air. Abu Bakar pun meneteskan air mata, betapa mulianya akhlaq Rasulullah SAW. Setiap saat dihina, tapi ia tetap berbuat baik kepada aorang yang menghinanya.. Abu Bakar kemudian berkata: “Benar wahai pengemis, aku bukan orang yang biasa datang kepadamu, tapi aku adalah sahabatnya.” Dengan nada penasaran sang pengemis bertanya: “Wahai tuan, ke manakah sahabatmu yang berhati mulia itu ?” Abu Bakar menjawab: “Sahabatku itu sudah meninggal dunia”  “Siapakah orang itu ?” tanya pengemis penasaran. “Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”  jawab Abu Bakar. Alangkah terkejutnya pengemis itu saat mendengar nama Muhammad Rasulullah. “Ternyata orang yang selalu aku hina setiap saat, adalah orang yang paling mulia akhlaknya, orang yang berhati lembut, penuh cinta dan kasih sayang terhadap sesama.” Pengemis pun menangis tersedu- sedu menyesali perilakunya yang keliru selalu menghina Nabi Muhammad SAW. “Wahai tuan, tuntunlah saya untuk mengucapkan dua kalimah syahadah” Maka Abu Bakar pun menuntun pengemis Yahudi itu untuk mengucapkan dua kalimah syahadat. Subhanallah.
Inilah buah dari kelembutan hati, cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Kita kalau belum membalas keburukan orang lain, masih penasaran, bahkan bisa jadi matinya pun mati penasaran. Padahal Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan yang sangat tinggi kepada orang- orang yang mampu memaafkan kesalahan sesama. Orang yang meminta maaf adalah tindakan kesatria dan orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain adalah orang yang berhati mulia
Abdullah bin Harits berkata: “Saya belum pernah melihat orang yang lebih banyak senyumannya dari pada Rasulullah SAW.” Ia suka bergurau dengan sahabat- sahabatnya dengan cara yang sopan dan pantas, dan ia panggil sahabat- sahabanya dengan sebaik- baik nama. Ia pun suka bergurau dengan anak- anak, ia dukung mereka, ia peluk mereka dan ia cium mereka. Ia sangat mencintai cucu- cucunya, bahkan saat shalat ia sering ditaiki punggungnya oleh cucu- cucunya itu.
Tidak pernah ia ucapkan perkataan yang rendah atau keji, demikian juga celaan, makian atau hinaan. Ia berbicara kepada seseorang menurut kadar kemampuan akal yang diajak bicara. Ia terima dengan sabar kekasaran orang dalam berbicara atau dalam mengajukan pertanyaan- pertanyaan. Tidak pernah ia putuskan pembicaraan orang lain yang sedang berkata- kata. Tidak pernah berkata yang tidak ada manfaatnya (sia- sia). Seringkali kejahatan orang ia balas dengan kebaikan dan do’a, ia maafkan orang yang berlaku aniaya kepadanya dan ia hubungkan tali shilaturrahim dengan orang yang memutuskannya. Tidak pernah ia memukul orang lain kecuali dalam peperangan.
Ia selalu memulai memberi salam atau jabat tangan setiap kali bertemu shahabat- sahabanya. Kalau berjabat tangan dengan seseorang, ia tidak segera menariknya sebelum orang yang dijabat menarik tangannya.
Pada waktu datang utusan Raja Najasi, ia sendiri yang melayani tamu- tamunya. Para sahabat meminta agar merekalah yang melayaninya, tetapi ia menjawab: “Mereka pernah memuliakan sahabat- sahabatku waktu berhijrah ke sana, maka sekarang aku hendak membalas budi mereka.”
Ia muliakan orang yang datang bertamu ke rumahnya, dan sering kali ia bentangkan kain selendangnya atau memberikan bantal untuk alas duduk tamunya. Kalau didengarnya ada tamu datang, padahal ia sedang shalat, maka ia percepat shalatnya untuk segera menemui tamunya, dan sesudah melayani tamunya ia kembali menunaikan shalat.
Ia suka mendatangi shahabat- shahabatnya yang sakit, sekalipun di tempat yang jauh di luar kota Madinah. Sa’ad bin Abi Waqas menerangkan: “Aku pernah sakit, Rasulullah lalu datang ta’ziyah ke rumahku. Ia letakkan tangannya di dahiku, ia sapu dadaku dan perutku sambil mendo’akan kesembuhanku.”
Kalau berjumpa  jenazah yang sedang diusung , ia turut mengantarkan ke kuburan atau tetap berdiri sampai jenazah itu lewat. Bahkan bila jenazai itu orang Yahudi atau orang kafir, ia pun berdiri memberikan penghormatan terhadap sesama manusia.
Ia selalu adil dalam segala hal, walaupun terhadap musuhnya sendiri. Dengan tegas ia mengatakan: “Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan saya potong tangganya.”
Keadilan ia tegakkan dalam rumah tangganya. Ia bagi belanjanya dengan rata kepada isteri- isterinya, sebagaimana juga ia membagi giliran kepada mereka dengan adil. Kalau melewati rumah isterinya yang di luar gilirannya, ia tidak mau masuk, tetapi cukup memberi salam dari luar dan bertanya tentang kabar keselamatannya. Kalau akan pergi jauh, ia undi diantara isteri- isterinya, siapa yang menang undian dialah yang menyertai perjalanan Rasulullah

            Dalam hal ibadah, tidak ada yang dapat menandingi ketaatan Rasul SAW dalam beribadah. Sepanjang hayatnya diisi dengan ibadah kepada Allah SWT. Shalat selalu di awal waktu dan berjama’ah. Bila shalat malam sampai kakinya bengkak.  Ia selalu istighfar, tidak kurang seratus kali istighfar setiap hari, padahal sudah dijamin masuk syurga. Nabi SAW adalah manusia yang paling dekat dengan Allah SWT, sehingga antara dia dengan Allah SWT tidak ada lagi jarak dan penghijab.


Hadirin
Mengakhiri khutbah kali ini, mari kita senantiasa bercermin kepada Rasulullah SAW, mengikuti jejaknya dan menghidupkan sunnahnya. Allah SWT berfirmnan

وماءاتاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهواواتقواالله ان الله شديدالعقاب. الحشر: 7

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al- Hasyr: 7)

Semoga…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar