PERINGATAN
MAULID NABI SAW
Peringatan
maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk ceremonial (perayaan/ upacara) yang
telah menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Jika kita
mencari ayat- ayat Al- Qur’an yang berkaitan dengan peringatan maulid Nabi SAW,
maka kita tidak akan menemukannya. Apabila ada yang berpendapat bahwa
peringatan Maulid Nabi SAW landasannya adalah hadits Nabi SAW, itupun tidak
benar, maka hadits tersebut adalah maudhu (palsu). Dengan demikian maka tidak
ada dalil yang memerintahkannya dan tidak ada pula dalil yang melarangnya. Apabila
suatu perbuatan tidak ada perintah dan tidak ada larangannya, maka hukumnya
BOLEH.
Apabila secara
langsung mendudukan peringatan maulid Nabi SAW sebagai bagian dari ibadah, maka
memperingati maulid Nabi SAW adalah perbuatan bid’ah, sebab hal ini tidak
mempunyai dasar. Semua bentuk ibadah itu dilarang, kecuali yang diperintahkan
atasnya. Semua bentuk muamalah itu boleh, kecuali yang dilarang.
Jika peringatan maulid Nabi SAW
didudukkan sebagai sebuah metode untuk mensyi’arkan agama Islam, untuk
mengingat perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan kalimat Allah untuk
kemudian kita ikuti sunnahnya maka hukumnya boleh. Apabila diisi dengan
berbagai aktifitas/ kegiatan yang positif, maka nilainya adalah sangat baik dan
berpahala di sisi Allah SWT.
Kita ini sering lupa, maka perlu
diingatkan. Peringatan adalah usaha untuk mengingatkan yang lupa. Bahwa
Muhammad bin Abdillah yang lahir di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun Gajah
adalah Rasulullah. Ia adalah insan kamil
(manusia sempurna) yang harus diikuti sunnahnya, harus banyak membaca shalawat
untuknya, dan kita memohon kepada Allah
agar ia memberikan syafa’at kepada kita di yaumil mahsyar nanti.
Motivasi memperingati maulid Nabi
SAW adalah karena ia adalah seorang utusan Allah. Ia adalah seorang insan kamil
(manusia yang sempurna), manusia yang taat menjalankan perintah Tuhannya,
terpuji dalam ucapan dan perbuatannya. Allah SWT berfirman
وانك
لعلى خلق عظيم
“Dan dalam dirimu
(Muhammad) terdapat akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam: 4)
“Sesungguhnya
bagimu di dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi orang-
orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari kemudian dan mengingat Allah
sebanyak- banyaknya. (QS. Al- Ahzab: 21)‘
Nabi
Muhammad SAW menjadi tauladan bagi siapapun, sebab semua perilakunya adalah
baik dan sempurna. Hal ini telah mendapat jaminan dari Allah SWT sebagaimana
ayat di atas. Tentang kepribadiannya yang agung. Siti ‘Aisyah ummul mu’minin
pernah ditanya: “ Ya ‘Aisyah, seperti apakah akhlaq Nabi SAW?” Ia menjawab: “Kana
khuluquhu Al-Qur’an, Akhlaq Beliau itu adalah Al-Qura’an”. Yang dimaksud
dengan akhlaq Al-Qur’an adalah, bahwa Rasulullah SAW itu selalu berpegang pada
adab, perintah, larangan dan ketentuan- ketentuan yang terkandung dalam
Al-Qur’an. Jadi pribadi dan sepak terjang Rasulullah SAW adalah manifestasi dan
realisasi dari ajaran yang terkandung di dalam Al- Qur’an. Karenanya siapa yang
hendak mencontoh Nabi SAW, maka praktekkanlah Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-
hari.
Ali bin Abi
Thalib berkata: “Muhammad adalah orang yang paling lapang dada, paling benar
lidah, paling lembut perangainya dan paling mulia dalam pergaulannya. Ia tidak
pernah menyusahkan anggota rumahnya dalam soal makan dan minum dan soal yang
lainnya. Pada waktu lapar ia bertanya: ‘Adakah makanan pada kamu ?’ Kalau ada
ia makan dan kalau tidak ada ia diam, atau bahkan berpuasa. Ia tidak makan
sebelum lapar dan kalau makan ia berhenti sebelum kenyang. Kita makan sebelum
lapar dan tidak berhenti sebelumkenyang”
Ia suka memerah
susu kambingnya dengan tangannya sendiri,
ia tambal sendiri pakaian atau kasutnya yang koyak dan
rusak, ia urus sendiri keperluan dirinya, ia menyapu rumahnya, ia tidak pernah
terlihat diam percuma di rumahnya
Anas bin Malik
berkata: “Saya menjadi pelayan Rasulullah SAW selama 10 tahun, dan selama itu
saya tidak pernah mendengar ucapan ‘ah’ kepadaku. Ia tidak pernah
membentak, mengatakan: ‘Mengapa kau berbuat demikian, mengapa kau tidak berbuat
begini, dsb.” Siti Aisyah ummul mu’minin mengatakan: “Rasulullah itu di dalam
rumah tangganya adalah seorang manusia yang paling lemah lembut dan selalu
menebarkan senyuman.”
Pada suatu hari Siti Aisyah
berbicara kepada Abu Bakar Shiddiq: “Wahai ayahanda, semua sunnah Rasul
rasanya telah engkau laksanakan, tapi
ada satu kebiasaan Rasul sewaktu beliau hidup yang belum engkau lakukan.” Abu
Bakar pun terkejut dibuatnya: “Kebiasaan apakah wahai Aisyah ?” Aisyah menjawab: “Pada saat Rasulullah hidup,
ia selalu mendatangi seorang pengemis buta yang ada di sudut kota Madinah.
Rasulullah memberikan roti bahkan menyuapinya, padahal pengemis tersebut
beragama Yahudi dan setiap saat selalu menghina Rasulullah SAW dan menghasut
masyarakat. Ke mana ia pergi ia selalu menyeru: “Wahai manusia, kalian jangan
ikuti ajaran si Muhammad. Ia adalah seorang pendusta, ia adalah seorang
penyihir. Jika kalian ikut dia maka kalian akan celaka.”
Maka Abu Bakar pun segera pergi
mencari pengemis itu dengan membawa sekantong roti. Akhirnya pengemis itu ia
temukan sedang duduk di sudut pinggir kota Madinah, ia pun segera
menghampirinya: “Wahai pengemis, saya
adalah orang yang biasa datang kepadamu, karena itu bukalah mulutmu untuk aku
suapi roti.” Lalu pengemis itu membukakan mulutnya dan memakan roti dari Abu
Bakar. Tapi setelah ia menelan beberapa suapan roti, ia berkata kepada Abu
Bakar: “Wahai tuan, tuan bukanlah orang yang biasa datang kepadaku.” Abu Bakar
pun terkejut: “Wahai pengemis, dari mana engkau tahu bahwa aku bukan orang yang
biasa datang kepadamu, padahal engkau tidak melihat aku ?” Pengemis menjawab:
“Orang yang biasa datang kepadaku tangannya halus, bahkan kalau menyuapi roti
padaku, aku tidak perlu lagi mengunyah dan langsung menelannya”. Dalam suatu
riwayat dikatakan, bahwa sebelum Rasulullah menyuapi pengemis terlebih dahulu
mencelupkan roti ke dalam air. Abu Bakar pun meneteskan air mata, betapa
mulianya akhlaq Rasulullah SAW. Setiap saat dihina, tapi ia tetap berbuat baik
kepada aorang yang menghinanya.. Abu Bakar kemudian berkata: “Benar wahai
pengemis, aku bukan orang yang biasa datang kepadamu, tapi aku adalah
sahabatnya.” Dengan nada penasaran sang pengemis bertanya: “Wahai tuan, ke
manakah sahabatmu yang berhati mulia itu ?” Abu Bakar menjawab: “Sahabatku itu
sudah meninggal dunia” “Siapakah orang
itu ?” tanya pengemis penasaran. “Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW” jawab Abu Bakar. Alangkah terkejutnya
pengemis itu saat mendengar nama Muhammad Rasulullah. “Ternyata orang yang
selalu aku hina setiap saat, adalah orang yang paling mulia akhlaknya, orang
yang berhati lembut, penuh cinta dan kasih sayang terhadap sesama.” Pengemis pun
menangis tersedu- sedu menyesali perilakunya yang keliru selalu menghina Nabi
Muhammad SAW. “Wahai tuan, tuntunlah saya untuk mengucapkan dua kalimah
syahadah” Maka Abu Bakar pun menuntun pengemis Yahudi itu untuk mengucapkan dua
kalimah syahadat. Subhanallah.
Inilah buah dari kelembutan hati, cinta dan kasih
sayang terhadap sesama. Kita kalau belum membalas keburukan orang lain, masih
penasaran, bahkan bisa jadi matinya pun mati penasaran. Padahal Allah SWT
memberikan penghargaan dan balasan yang sangat tinggi kepada orang- orang yang
mampu memaafkan kesalahan sesama. Orang yang meminta maaf adalah tindakan
kesatria dan orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain adalah orang yang
berhati mulia
Abdullah bin Harits berkata: “Saya belum pernah
melihat orang yang lebih banyak senyumannya dari pada Rasulullah SAW.” Ia suka
bergurau dengan sahabat- sahabatnya dengan cara yang sopan dan pantas, dan ia
panggil sahabat- sahabanya dengan sebaik- baik nama. Ia pun suka bergurau dengan
anak- anak, ia dukung mereka, ia peluk mereka dan ia cium mereka. Ia sangat
mencintai cucu- cucunya, bahkan saat shalat ia sering ditaiki punggungnya oleh
cucu- cucunya itu.
Tidak pernah ia
ucapkan perkataan yang rendah atau keji, demikian juga celaan, makian atau
hinaan. Ia berbicara kepada seseorang menurut kadar kemampuan akal yang diajak
bicara. Ia terima dengan sabar kekasaran orang dalam berbicara atau dalam
mengajukan pertanyaan- pertanyaan. Tidak pernah ia putuskan pembicaraan orang
lain yang sedang berkata- kata. Tidak pernah berkata yang tidak ada manfaatnya
(sia- sia). Seringkali kejahatan orang ia balas dengan kebaikan dan do’a, ia
maafkan orang yang berlaku aniaya kepadanya dan ia hubungkan tali shilaturrahim
dengan orang yang memutuskannya. Tidak pernah ia memukul orang lain kecuali
dalam peperangan.
Ia selalu
memulai memberi salam atau jabat tangan setiap kali bertemu shahabat-
sahabanya. Kalau berjabat tangan dengan seseorang, ia tidak segera menariknya
sebelum orang yang dijabat menarik tangannya.
Pada waktu
datang utusan Raja Najasi, ia sendiri yang melayani tamu- tamunya. Para sahabat
meminta agar merekalah yang melayaninya, tetapi ia menjawab: “Mereka pernah
memuliakan sahabat- sahabatku waktu berhijrah ke sana, maka sekarang aku hendak
membalas budi mereka.”
Ia muliakan
orang yang datang bertamu ke rumahnya, dan sering kali ia bentangkan kain
selendangnya atau memberikan bantal untuk alas duduk tamunya. Kalau didengarnya
ada tamu datang, padahal ia sedang shalat, maka ia percepat shalatnya untuk
segera menemui tamunya, dan sesudah melayani tamunya ia kembali menunaikan
shalat.
Ia suka
mendatangi shahabat- shahabatnya yang sakit, sekalipun di tempat yang jauh di
luar kota Madinah. Sa’ad bin Abi Waqas menerangkan: “Aku pernah sakit,
Rasulullah lalu datang ta’ziyah ke rumahku. Ia letakkan tangannya di dahiku, ia
sapu dadaku dan perutku sambil mendo’akan kesembuhanku.”
Kalau berjumpa jenazah yang sedang
diusung , ia turut mengantarkan ke kuburan atau tetap berdiri sampai jenazah
itu lewat. Bahkan bila jenazai itu orang Yahudi atau orang kafir, ia pun
berdiri memberikan penghormatan terhadap sesama manusia.
Ia selalu adil
dalam segala hal, walaupun terhadap musuhnya sendiri. Dengan tegas ia
mengatakan: “Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan saya potong tangganya.”
Keadilan ia tegakkan dalam rumah tangganya. Ia bagi
belanjanya dengan rata kepada isteri- isterinya, sebagaimana juga ia membagi
giliran kepada mereka dengan adil. Kalau melewati rumah isterinya yang di luar
gilirannya, ia tidak mau masuk, tetapi cukup memberi salam dari luar dan
bertanya tentang kabar keselamatannya. Kalau akan pergi jauh, ia undi diantara
isteri- isterinya, siapa yang menang undian dialah yang menyertai perjalanan
Rasulullah
Dalam hal ibadah, tidak ada yang dapat menandingi ketaatan Rasul SAW dalam beribadah. Sepanjang hayatnya diisi dengan ibadah kepada Allah SWT. Shalat selalu di awal waktu dan berjama’ah. Bila shalat malam sampai kakinya bengkak. Ia selalu istighfar, tidak kurang seratus kali istighfar setiap hari, padahal sudah dijamin masuk syurga. Nabi SAW adalah manusia yang paling dekat dengan Allah SWT, sehingga antara dia dengan Allah SWT tidak ada lagi jarak dan penghijab.
Hadirin
Mengakhiri khutbah kali ini, mari
kita senantiasa bercermin kepada Rasulullah SAW, mengikuti jejaknya dan
menghidupkan sunnahnya. Allah SWT berfirmnan
وماءاتاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهواواتقواالله ان الله شديدالعقاب. الحشر: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan
apa yang dilarangnya bagimu maka maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. Al- Hasyr: 7)
Semoga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar