Rabu, 20 November 2013

MENCARI RIZKI YANG HALAL



MENCARI RIZKI YANG HALAL

Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda (artinya): “Barang siapa yang mencari dunia dengan halal untuk menjaga diri dari meminta- minta serta berusaha untuk (mencukupi) keluarganya dan baik kepada tetangganya, maka nanti pada hari kiamat Allah akan membangkitkannya dengan muka seperti bulan pada malam bulan purnama. Dan barang siapa yang mencari dunia dengan halal untuk memperbanyak (kekayaan) dengan maksud untuk berbangga- bangga dan sombong, maka nanti pada hari kiamat akan bertemu dengan Allah, sedangkan Allah akan marah kepadanya.”


Dalam berusaha, manusia terbagi kepada lima kelompok:
1.      Orang yang menganggap bahwa rizki itu semata- mata hasil dari usahanya sendiri, maka orang seperti ini adalah kafir.
2.      Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah dan dari usahanya, maka ia adalah orang yang musyrik.
3.      Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, akan tetapi ia merasa ragu apakah akan memperrolehnya atau tidak, maka ia adalah munafik
4.      Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, akan tetapi ia tidak mau menunaikan kewajibannya dan durhaka kepada Allah, maka ia adalah orang fasik.
5.      Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, dan meyakini bahwa kasab (usaha) itu hanyalah merupakan sebab saja, lalu ia mengeluarkan kewajibannya dan tidak durhaka kepada Allah dalam rangka usahanya itu, maka ia adalah orang mu’min yang ikhlas.
Karenanya, bila seseorang itu menginginkan supaya usahanya itu baik, maka harus menjaga lima hal:
1.      Tidak menunda- nunda kewajiban kepada Allah sedikitpun karena urusan usaha, bahkan tidak pula menguranginya sedikitpun.
2.      Tidak mengganggu orang lain dalam berusaha.
3.      Dalam berusaha ia berniat untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, tidak mempunyai keinginan untuk menumpuk- numpuk harta.
4.      Tidak memaksakan diri (terlalu ngoyo) di dalam berusaha.
5.      Tidak menganggap bahwa rizki itu diperoleh karena semata- mata hasil usaha, akan tetapi harus menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah dan usaha itu hanya merupakan sebab.
Apabila seorang pedagang tidak memiliki tiga sifat, maka ia akan rugi di dunia dan di akhirat. Tiga sifat tersebut adalah:
1.      Lisan yang bersih dari dusta, omong kosong dan sumpah.
2.      Hati yang bersih dari menipu, khianat dan dengki.
3.      Pribadi yang selalu mendatangi shalat Jum’at, jama’ah dan pengajian, serta mementingkan untuk mencari ridha Allah atas yang lainnya.
Maka pedagang itu harus mendalami agama agar usahanya tidak keliru. Ali bin Abi Thalib berkata: “Seorang pedagang itu bila tidak mendalami masalah agama, maka ia akan terjerumus ke dalam riba.” Umar bin Khattab berkata: “Barang siapa yang tidak mendalami masalah agama, maka jangan sekali- kali ia berdagang di pasar kami.” Juga orang yang tidak memahami agama akan menghalalkan segala cara dalam mencari rizki. Padahal sedikit saja ia berbuat curang, maka akibatnya akan sangat buruk, baik di sisi Allah maupun di sisi manusia. Memakan rizki yang halal adalah mutlak.
Abu bakar Shiddiq ra mempunyai seorang pelayan yang setiap malam datang untuk mengantarkan makanan, dan biasanya Abu bakar tidak memakannya sebelum ia menanyakan dari mana asal dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Pada suatu malam pelayan itu datang membawa makanan dan Abu Bakar langsung memakannya satu suapan tanpa menanyakan terlebih dahulu. Pelayan itu berkata: “Biasanya setiap engkau mau makan selalu menanyakan dari mana dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Tapi mengapa malam ini engkau tidak menanyakannya ?” Abu Bakar menjawab: “Karena aku lapar sekali. Lalu kenapa, dan dari mana kamu memperoleh makanan itu ?” Pelayan menjawab: “Pada zaman jahiliyah saya bertemu dengan seseorang dan menjanjikan akan memberi upah kepadaku. Saya melihat mereka membuat pesta dan saya mengingatkan mereka tentang janji itu, lalu mereka memberikan makanan ini kepadaku”. Abu Bakar langsung membaca: Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, lalu ia berusaha sekuat tenaga untuk memuntahkan apa yang telah dimakannya. Namun sia- sia sampai mukanya memerah. Orang- orang yang melihatnya lalu berkata: “Coba minumlah air di gelas ini”. Maka Abu Bakar meminumnya dan terus muntah sampai habis apa yang ada di perutnya. Mereka lalu berkata: “Karena sesuap saja engkau melakukan yang demikian itu.” Abu bakar berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
اِنَ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُِلّ جَسَدٍ تَغَذَى اَوْ غُذِىَ بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan surga bagi setiap jasad yang makan atau diberi makan dengan (makanan) yang haram.”
Abu Laits As- Samarkandi berkata, ada seseorang bertanya kepada salah seorang cendekiawan: “Apakah usaha yang paling baik ?” Ia menjawab: “Sebaik- baik usaha dunia adalah mencari rizki yang halal untuk menutupi segala kebutuhan hidup, dan menjadikannya untuk persiapan ibadah, dan mendahulukan keutamaan bekal untuk hari kiamat. Sedangkan sebaik- baik usaha akhirat adalah ilmu yang diamalkan dan disebar luaskan, amal shalih yang kamu utamakan dan sunnah Rasul yang kamu hidup- hidupkan” Sewaktu ditanya: “Apakah usaha yang paling buruk ?” Ia menjawab: “Seburuk- buruk usaha di dunia adalah mengumpulkan harta dengan jalan haram, membelanjakannya di jalan ma’siyat dan tidak taat kepada Allah yang telah menciptakannya. Sedangkan seburuk- buruk usaha akhirat adalah kebenaran yang kamu ingkari karena rasa dengki, maksiyat yang kamu lakukan terus menerus, kebiasaan buruk yang kamu hidup- hidupkan dengan melawan hukum Allah SWT.”

Ada beberapa pedoman dalam mencari rizki agar mendapat ridha dari Allah SWT.

Pertama, harus yakin bahwa rizki itu hakikatnya pemberian dari Allah SWT.
SWT berfirman.
Artinya:
“Tiada sesuatupun makhluk yang bergerak di muka bumi, kecuali Allah-lah yang memberi rizkinya.” (QS. Hud: 6)

Kedua, jangan melupakan Allah karena alasan sedang mencari rizki.

Allah adalah pemberi rizki. Justeru karena kita yakin akan hal itu, maka harus lebih mendekatkan diri kita kepada Allah. Jangan sampai lupa kepada siapa pemberi rizki, seperti banyak dilakukan oleh manusia saat ini.

Sudah banyak bahkan terlalu banyak contoh dan i’tibar yang Allah berikan kepada kita tentang orang- orang yang sombong, tentang orang- orang yang ingkar atas ni’mat Allah, lalu Allah berikan bencana bahkan Allah binasakan. Seperti Qarun yang sombong dengan kekayaannya, yang ahirnya ditenggelamkan ke dalam perut bumi beserta seluruh harta miliknya. Kaum Saba yang dihancurkan pertanian/ perniagaannya karena tidak mau bersyukur kepada Allah. Atau seperti Tsa’labah yang hidup pada masa Rasulullah, yang mati su’ul khatimah karena melupakan Allah akibat sibuknya mengurusi hartanya, dan lain- lain. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT memberikan peringatan keras.
Artinya:
“Wahai orang- orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak- anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang- orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)


Ketiga, mencari rizki jangan sambil menyakiti atau merugikan orang lain.

Seperti mencuri, menipu, merampok, korupsi dan sebagainya, adalah usaha yang merugikan dan menyakiti orang lain. Bahkan ada usaha haram yang sepertinya tidak terlihat siapa yang dirugikan, yaitu riswah atau suap, yaitu usaha untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan mengubah suatu kebijakan sehingga ada pihak lain yang dirugikan. Seperti menyuap agar memperoleh jabatan yang lebih menguntungkan, menyuap untuk menjadi pegawai dan lain- lain.


Keempat, mencari rizki harus yang halal dan baik.

Allah SWT berfirman.
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al- Baqarah: 168)

Halah artinya dibolehkan oleh agama dan baik artinya memenuhi persyaratan kesehatan dan kebutuhan tubuh.

Makanan yang haram akan mengotori jiwa kita. Bahkan dapat menghalangi dikabulkannya do’a. Dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas diceritakan, Sa’ad bin Abi Waqas memohon kepada Rasulullah SAW agar do’anya dikabulkan oleh Allah SWT. Maka Rasulullah bersabda.
يَاسَعْدُاَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابُ الدَّعَوَةَوَالَذِىنَفْسُ مُحَمَّدٍبِيَدِهِ اَنَّ الرَجُلَ لَيَقْذِفُ اللُقْمَةَفِىجَوْفِهِ فَمَايُتَقَبَّلُ مِنْهُ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًاوَاَيُّمَاعَبْدٍنَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ وَالرِّبَافَالنَارُاَوْلَى بِهِ
Artinya:
“Wahai Sa’ad, perbaikilah makanan engkau, niscaya engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul do’anya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada di tangannya, sesungguhnya seorang laki- laki yang melemparkan suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan diterima amalannya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa diantara hamba Allah yang tumbuh dagingnya dari harta haram dan riba, maka api lebih baik baginya.”

Rasulullah  pernah mengkisahkan tentang seorang laki- laki musafir yang pakaiannya kusut, badannya kotor, selalu menengadahkan tangganya ke langit memohon kepada Tuhan: “Ya Tuhanku... Ya Tuhanku...” Padahal yang dimakannya dari yang haram, minumannya haram dan pakaiannya pun haram. Maka bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan Allah !

Pada saat manusia banyak yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh rizki,  kita harus tetap konsisten dan istiqamah di jalan yang benar. Bahwa jalan yang benar sajalah yang diridhai Allah SWT dan mendatangkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang benar, amin.
                                                                                    Drs. H. Djedjen Zainuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar