MENCARI RIZKI YANG HALAL
Dari
Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda (artinya): “Barang siapa yang mencari
dunia dengan halal untuk menjaga diri dari meminta- minta serta berusaha untuk
(mencukupi) keluarganya dan baik kepada tetangganya, maka nanti pada hari
kiamat Allah akan membangkitkannya dengan muka seperti bulan pada malam bulan
purnama. Dan barang siapa yang mencari dunia dengan halal untuk memperbanyak
(kekayaan) dengan maksud untuk berbangga- bangga dan sombong, maka nanti pada
hari kiamat akan bertemu dengan Allah, sedangkan Allah akan marah kepadanya.”
Dalam berusaha, manusia terbagi
kepada lima kelompok:
1. Orang yang menganggap bahwa rizki itu semata- mata hasil dari
usahanya sendiri, maka orang seperti ini adalah kafir.
2. Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah dan dari
usahanya, maka ia adalah orang yang musyrik.
3. Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, akan
tetapi ia merasa ragu apakah akan memperrolehnya atau tidak, maka ia adalah munafik
4. Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, akan
tetapi ia tidak mau menunaikan kewajibannya dan durhaka kepada Allah, maka ia
adalah orang fasik.
5. Orang yang menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah, dan
meyakini bahwa kasab (usaha) itu hanyalah merupakan sebab saja, lalu ia
mengeluarkan kewajibannya dan tidak durhaka kepada Allah dalam rangka usahanya
itu, maka ia adalah orang mu’min yang ikhlas.
Karenanya, bila seseorang itu
menginginkan supaya usahanya itu baik, maka harus menjaga lima hal:
1. Tidak menunda- nunda kewajiban kepada Allah sedikitpun karena
urusan usaha, bahkan tidak pula menguranginya sedikitpun.
2. Tidak mengganggu orang lain dalam berusaha.
3. Dalam berusaha ia berniat untuk menjaga kehormatan diri dan
keluarganya, tidak mempunyai keinginan untuk menumpuk- numpuk harta.
4. Tidak memaksakan diri (terlalu ngoyo) di dalam berusaha.
5. Tidak menganggap bahwa rizki itu diperoleh karena semata- mata
hasil usaha, akan tetapi harus menyadari bahwa rizki itu berasal dari Allah dan
usaha itu hanya merupakan sebab.
Apabila seorang pedagang tidak
memiliki tiga sifat, maka ia akan rugi di dunia dan di akhirat. Tiga sifat
tersebut adalah:
1. Lisan yang bersih dari dusta, omong kosong dan sumpah.
2. Hati yang bersih dari menipu, khianat dan dengki.
3. Pribadi yang selalu mendatangi shalat Jum’at, jama’ah dan
pengajian, serta mementingkan untuk mencari ridha Allah atas yang lainnya.
Maka pedagang itu harus mendalami
agama agar usahanya tidak keliru. Ali bin Abi Thalib berkata: “Seorang pedagang
itu bila tidak mendalami masalah agama, maka ia akan terjerumus ke dalam riba.”
Umar bin Khattab berkata: “Barang siapa yang tidak mendalami masalah agama,
maka jangan sekali- kali ia berdagang di pasar kami.” Juga orang yang tidak
memahami agama akan menghalalkan segala cara dalam mencari rizki. Padahal
sedikit saja ia berbuat curang, maka akibatnya akan sangat buruk, baik di sisi
Allah maupun di sisi manusia. Memakan rizki yang halal adalah mutlak.
Abu bakar Shiddiq ra mempunyai
seorang pelayan yang setiap malam datang untuk mengantarkan makanan, dan
biasanya Abu bakar tidak memakannya sebelum ia menanyakan dari mana asal dan
bagaimana cara memperoleh makanan itu. Pada suatu malam pelayan itu datang
membawa makanan dan Abu Bakar langsung memakannya satu suapan tanpa menanyakan
terlebih dahulu. Pelayan itu berkata: “Biasanya setiap engkau mau makan selalu
menanyakan dari mana dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Tapi mengapa
malam ini engkau tidak menanyakannya ?” Abu Bakar menjawab: “Karena aku lapar
sekali. Lalu kenapa, dan dari mana kamu memperoleh makanan itu ?” Pelayan
menjawab: “Pada zaman jahiliyah saya bertemu dengan seseorang dan menjanjikan
akan memberi upah kepadaku. Saya melihat mereka membuat pesta dan saya
mengingatkan mereka tentang janji itu, lalu mereka memberikan makanan ini kepadaku”.
Abu Bakar langsung membaca: Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, lalu ia
berusaha sekuat tenaga untuk memuntahkan apa yang telah dimakannya. Namun sia-
sia sampai mukanya memerah. Orang- orang yang melihatnya lalu berkata: “Coba
minumlah air di gelas ini”. Maka Abu Bakar meminumnya dan terus muntah sampai
habis apa yang ada di perutnya. Mereka lalu berkata: “Karena sesuap saja engkau
melakukan yang demikian itu.” Abu bakar berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
اِنَ
اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُِلّ جَسَدٍ تَغَذَى اَوْ غُذِىَ
بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala mengharamkan surga bagi setiap jasad yang makan atau diberi makan
dengan (makanan) yang haram.”
Abu Laits As- Samarkandi berkata,
ada seseorang bertanya kepada salah seorang cendekiawan: “Apakah usaha yang
paling baik ?” Ia menjawab: “Sebaik- baik usaha dunia adalah mencari rizki yang
halal untuk menutupi segala kebutuhan hidup, dan menjadikannya untuk persiapan
ibadah, dan mendahulukan keutamaan bekal untuk hari kiamat. Sedangkan sebaik-
baik usaha akhirat adalah ilmu yang diamalkan dan disebar luaskan, amal shalih
yang kamu utamakan dan sunnah Rasul yang kamu hidup- hidupkan” Sewaktu ditanya:
“Apakah usaha yang paling buruk ?” Ia menjawab: “Seburuk- buruk usaha di dunia adalah
mengumpulkan harta dengan jalan haram, membelanjakannya di jalan ma’siyat dan
tidak taat kepada Allah yang telah menciptakannya. Sedangkan seburuk- buruk
usaha akhirat adalah kebenaran yang kamu ingkari karena rasa dengki, maksiyat
yang kamu lakukan terus menerus, kebiasaan buruk yang kamu hidup- hidupkan
dengan melawan hukum Allah SWT.”
Ada beberapa pedoman dalam mencari rizki agar mendapat ridha dari Allah
SWT.
Pertama, harus yakin bahwa rizki itu hakikatnya pemberian dari Allah
SWT.
SWT berfirman.
Artinya:
“Tiada sesuatupun makhluk yang bergerak di muka bumi,
kecuali Allah-lah yang memberi rizkinya.” (QS. Hud: 6)
Kedua, jangan melupakan Allah karena alasan sedang mencari rizki.
Allah
adalah pemberi rizki. Justeru karena kita yakin akan hal itu, maka harus lebih
mendekatkan diri kita kepada Allah. Jangan sampai lupa kepada siapa pemberi
rizki, seperti banyak dilakukan oleh manusia saat ini.
Sudah
banyak bahkan terlalu banyak contoh dan i’tibar yang Allah berikan kepada kita
tentang orang- orang yang sombong, tentang orang- orang yang ingkar atas ni’mat
Allah, lalu Allah berikan bencana bahkan Allah binasakan. Seperti Qarun yang
sombong dengan kekayaannya, yang ahirnya ditenggelamkan ke dalam perut bumi
beserta seluruh harta miliknya. Kaum Saba yang dihancurkan pertanian/
perniagaannya karena tidak mau bersyukur kepada Allah. Atau seperti Tsa’labah
yang hidup pada masa Rasulullah, yang mati su’ul khatimah karena melupakan
Allah akibat sibuknya mengurusi hartanya, dan lain- lain. Di dalam Al-Qur’an
Allah SWT memberikan peringatan keras.
Artinya:
“Wahai orang- orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian,
maka mereka itulah orang- orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Ketiga, mencari rizki jangan sambil menyakiti atau merugikan orang
lain.
Seperti mencuri, menipu, merampok, korupsi dan sebagainya, adalah usaha
yang merugikan dan menyakiti orang lain. Bahkan ada usaha haram yang sepertinya
tidak terlihat siapa yang dirugikan, yaitu riswah atau suap, yaitu usaha untuk
memperoleh keuntungan pribadi dengan mengubah suatu kebijakan sehingga ada pihak
lain yang dirugikan. Seperti menyuap agar memperoleh jabatan yang lebih
menguntungkan, menyuap untuk menjadi pegawai dan lain- lain.
Keempat, mencari rizki harus yang halal dan baik.
Allah SWT berfirman.
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al- Baqarah:
168)
Halah artinya dibolehkan oleh agama dan baik artinya memenuhi persyaratan
kesehatan dan kebutuhan tubuh.
Makanan yang haram akan mengotori jiwa kita. Bahkan dapat menghalangi dikabulkannya
do’a. Dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas
diceritakan, Sa’ad bin Abi Waqas memohon kepada Rasulullah SAW agar do’anya
dikabulkan oleh Allah SWT. Maka Rasulullah bersabda.
يَاسَعْدُاَطِبْ
مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابُ الدَّعَوَةَوَالَذِىنَفْسُ مُحَمَّدٍبِيَدِهِ اَنَّ
الرَجُلَ لَيَقْذِفُ اللُقْمَةَفِىجَوْفِهِ فَمَايُتَقَبَّلُ مِنْهُ اَرْبَعِيْنَ
يَوْمًاوَاَيُّمَاعَبْدٍنَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ وَالرِّبَافَالنَارُاَوْلَى بِهِ
Artinya:
“Wahai Sa’ad, perbaikilah makanan engkau, niscaya
engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul do’anya. Demi Tuhan yang jiwa
Muhammad ada di tangannya, sesungguhnya seorang laki- laki yang melemparkan
suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan diterima
amalannya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa diantara hamba Allah yang
tumbuh dagingnya dari harta haram dan riba, maka api lebih baik baginya.”
Rasulullah pernah
mengkisahkan tentang seorang laki- laki musafir yang pakaiannya kusut, badannya
kotor, selalu menengadahkan tangganya ke langit memohon kepada Tuhan: “Ya
Tuhanku... Ya Tuhanku...” Padahal yang dimakannya dari yang haram, minumannya
haram dan pakaiannya pun haram. Maka bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan
Allah !
Pada saat manusia banyak yang menghalalkan segala cara
untuk memperoleh rizki, kita harus tetap
konsisten dan istiqamah di jalan yang benar. Bahwa jalan yang benar sajalah
yang diridhai Allah SWT dan mendatangkan kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang benar, amin.
Drs.
H. Djedjen Zainuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar